Subyek
dan Obyek Hukum
1.
Subyek
Hukum
Subyek hukum adalah segala
sesutau yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum.
Terdiri dari orang dan badan hukum. Subyek hukum dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
a.
Manusia biasa (natuurlijke persoon) manusia sebagai subyek hukum
telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang
berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati
hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan.
Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum
dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang
dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi
perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai berikut :
§ Cakap melakukan perbuatan
hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).
§ Tidak cakap melakukan
perbuatan hukum berdasarkan Pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, yaitu :
§ Orang-orang yang belum
dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).
§ Orang ditaruh dibawah
pengampuan (curatele) yang terjadi karena gangguan jiwa
pemabuk atau pemboros.
§ Kurang cerdas.
§ Sakit ingatan.
§ Orang wanita dalam
perkawinan yang berstatus sebagai istri.
§ Badan Hukum ( Rechts
Person )
b.
Badan Usaha
Subjek hukum adalah setiap makhluk yang berwenang
untuk memiliki, memperoleh dan menggunakan hak serta kewajiban dalam lalu
lintas hukum.
Beberapa pengertian subjek hukum :
§ Subjek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum
berhak/berwenang untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak
dan cakap untuk bertindak dalam hukum.
§ Subjek hukum adalah sesuatu pendukung hak yang
menurut hukum berwenang/berkuasa bertindak menjadi pendukung hak.
§ Subjek hukum adalah segala sesuatu yang menurut
hukum mempunyai hak dan kewajian.
Subjek Hukum Korporasi
Dalam hukum pidana
pengertian korporasi berarti sangat luas tidak hanya yang berbentuk badan
hukum saja, seperti perseroan terbatas, yayasan, koperasi sebagai korporasi
melainkan juga firma, perseroan komanditer, persekutuan, sekumpulan orang.
Pengaturan korporasi sebagai subjek hukum pidana
di latarbelakangi oleh sejarah dan pengalaman yang berbeda di tiap Negara,
termasuk Indonesia. Namun pada akhirnya ada kesamaan pandangan, yaitu
sehubungan dengan perkembangan industrialisasi dan kemajuan yang terjadi dalam bidang
ekonomi dan perdagangan yang telah mendorong pemikiran bahwa subjek hukum
pidana tidak lagi hanya dibatasi pada manusia alamiah saja (natural person),
tetapi juga meliputi korporasi, karena untuk tindak pidana tertentu dapat pula
dilakukan oleh korporasi.
2.
Obyek Hukum
Objek
hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi
objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun
hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis. Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH
Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni:
Benda yang
bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).
Berikut ini penjelasannya :
§
Benda yang
bersifat kebendaan (Materiekegoderen)Benda yang bersifat kebendaan
(Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba,
dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud. Yang
meliputi :
- Benda
bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak
dapat dihabiskan.
- Benda
tidak bergerak.
§
Benda yang
bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)Benda yang bersifat tidak
kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca
indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi
suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
3.
Hak Kebendaan Yang Bersifat Sebagai
Pelunasan Hutan ( Hak Jaminan )
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah
hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk
melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan
wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). Dengan demikian hak jaminan
tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat
tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang
(perjanjian kredit).
Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci,
namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman
pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan
dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Macam-macam Pelunasan Hutang :
A. Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan
jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata.
Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik
yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak
merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal
1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara
bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya. Pendapatan
penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya
piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan
sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat
dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain
:
v
Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
v
Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
B.
Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan
tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
v
Gadai
v
Hipotik
v
Hak tanggungan
v
Fidusia
SUMBER:
http://karlinaaafaradila.wordpress.com/2012/03/22/subyek-dan-obyek-hukum/ http://adzata.blogspot.com/2013/01/pengertian-subyek-hukum.html http://newcyber18.blogspot.com/2012/05/pengertian-hukum.html/ http://krblanglangbuana.wordpress.com/2012/12/14/pengertian-hukum/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar