Selasa, 31 Maret 2015

Aspek hukum Dalam Ekonomi #Part 4

Hukum Perikatan

1.           Pengertian Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
Pengertian perikatan menurut Hofmann adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya (debitur atau pada debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu  terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Istilah perikatan sudah tepat sekali untuk melukiskan suatu pengertian yang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu suatu hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak an kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. 

2.           Dasar  Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
A.      Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
Definisi perjanjian secara epistimologi adalah arrobt(u)atau perikatan, dan secara etimologi; kesepakatan kedua belah pihak atau lebih untuk melakukansesuatu hal yang telah disepakati. Dan syarat syahnya perjanjian harus adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, jadi di dalam isi perjanjian, kedua belah pihak harus saling mengetahui maksud dari perjanjian tersebut, dan tidak boleh hanya menguntungkan satu pihak saja. Dan syarat yang lainnya, adanya obyek yang halal, yang tidak melanggar undang-undang dan norma-norma kehidupan di masyarakat. Dan sumber tidak adanya perjanjian dapat dibagi menjadi; pertanggung jawaban yang timbul karena kelalaian, memperkaya diri tanpa alasan, dan undang-undang.
B.      Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen).      
                 
3.           Asas – Asas dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
a.       Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
b.      Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
-          Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
-          Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
-          Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
-          Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.

4.           Hapusnya Perikatan
Hapusnya 1381 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan 10 cara hapusnya suatu perikatan. Cara-cara tersebut, yaitu:
1.    Pembayaran
Pembayaran dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian secara suka rela. Dalam arrti yang sangat luas, tidak saja pihak pembeli membayar uang harga pembelian, tetapi pihak penjualpun membayar jika ia menyerahkan barang yang dijualnya. Pembayaran harus dilakukan kepada pihak kreditur atau kepada pihak yang dikuasakan olehnya atau juga kepada seorang yang dikuasakan hakim atau oleh undang-undang untuk menerima pembayaran bagi pihak kreditur. 
2.    Penawaran Pembayaran Tunai diikuti dengan Penyimpanan Penitipan
Ini adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila pihak kreditur menolak pembayaran. Caranya sebagai berikut, barang atau uang yang akan dibayarkan itu ditawarkan secara resmi oleh seorang notaries atau seorang juru sita pengadilan.Setelah penawaran pembayaran itu disahkan maka barang atau uang yang akan dibayarkan itu, disimpankan atau dititipkan kepada panitera Pengadilan Negeri dengan demikian hapuslah hutang-piutang itu.
Barang atau uang tersebut berada dalam simpanan di kepaniteraan Pengadilan Negeri atas tanggungan atau resiko si berpiutang. Si berhutang sudah bebas dari hutangnya. Segala biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan penyimpanan, harus dipikul oleh si berhutang. 
3.       Pembaharuan Hutang atau Novasi
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.

Menurut pasal 1431 kitab undang-undang hukum perdata ada  macam jalan untuk melaksanakan suatu pembaharuan hutang, yaitu:
a.       Novasi Obyektif
Apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna orangbyang akan menghutangkan kepadanya, yang menggantikan hutang yang lama yang dihapuskan karenanya.
b.      Novasi Subyektif Pasif
Apabila seorang berhutang baru ditunjukan untuk menggantikan orang berhutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya.
c.       Novasi Subyektif Aktif
Apabila sebagai akibt dari suatu perjanjian baru seorang kreditur bru ditunjuk untuk menggantikan kreditur yang lama, terhadap siapa si berhutang dibebaskan dari perikatannya.
4.       Perjumpaan Hutang atau Kompensasi
Adalah suatu cara penghapusan hutang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan hutang-piutang secara timbale balik antara kreditur dan debitur. Jika dua orang saling berhutang satu sama lain maka terjadilah antara mereka satu perjumpaan dengan mana antara kedua orang tersebut dihapuskan, demikianlah yang diterangkan oleh pasal 1424 Kitab Undang-undang Hukum Peerdata.
Misalnya A berhutang sebesar Rp. 1.000.000,- dari B dan sebaliknya B berhutang Rp. 600.000,- kepada A. Kedua utang tersebut dikompensasikan untuk Rp. 600.000,- Sehingga A masih mempunyai utang Rp. 400.000,- kepada B.Untuk terjadinya kompensasi undang-undang menentukan oleh Pasal 1427KUH Perdata, yaitu utang tersebut :
a.          Kedua-duanya berpokok sejumlah uang atau.
b.         Berpokok sejumlah barang yang dapat dihabiskan. Yang dimaksud dengan barang yang dapat    dihabiskan ialah barang yang dapat diganti.
c.          Kedua-keduanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika. 
5.       Percampuran Hutang
Apabila kedudukan sebagai pihak kreditur dan pihak debitur berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran hutang dengan mana hutang piutang itu dihapuskan. Percampuran hutang yang terjadi pada pihak debitur utama berlaku juga untuk keuntungan penanggung hutangnya sebaliknya percampuran yang terjadi pada seorang penanggung hutang tidak sekali-kali mengakibatkan hapusnya hutang pokok.
6.       Pembebasan Hutang
Undang-undang tidak memberikan definisi tentang pembebasan utang. Secara sederhana pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
7.       Musnahnya Barang yang Terhutang
Jika barang tertentu yang menjadi obyek dari perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, ataun hilang sedemikian hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya asal barang tadi musnah atau hilang diluar kesalahan si berhutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Bahkan juga meskipun debitur itu lalai menyerahkan barang itu, ia pun akan bebas dari perikatan apabila ia dapat membuktikan bahwa hapusnya barang itu disebabkan oleh suatu kejadian diluar kekuasaannya dan bahwa barang tersebut juga akan menemui nasib yang sama meskipun sudah berada ditangan kreditur.
8.       Pembatalan
Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan dapat dibatalkan.  Disebut batal demi hukum karena kebatalannya terjadi berdasarkan undang-undang. Misalnya persetujuan dengan causa tidak halal atau persetujuan jual beli atau hibah antara suami istri adalh batal demi hukum. Batal demi hukum berakibat bahwa perbuatan hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi.
9.       Berlakunya Suatu Syarat Batal
Perikatan bersyarat itu adalah suatu perikatan yang nasibnya digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan lahirnya perikatan hingga terjadinya peristiwa tadi, atau secara membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.
10.   Lewatnya waktu
Menurut pasal 1926 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang dinamakan “lewat waktu” adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
SUMBER:

Aspek Hukum Dalam Ekonomi #Part 3

Hukum Perdata

1.       Hukum Perdata

Hukum perdata masuk pertama kali ke Indonesia dibawa oleh Pemerintah Hindia Belanda pada zaman penjajahan. Hindia Belanda sendiri meniru hukum Perancis yang diberi nama Code Civil der Francis kemudian diterapkan di pemerintahannya.
 Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu mengodifikasikan dan menyusun KUHPer (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) serta KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang). Kodifikasi tersebut diumumkan pada tanggal 30 April 1847 berdasarkanstaatsblad No. 23 dan mulai berlaku tanggal 1 Mei 1848. Setelah proklamasi, Indonesia masih tetap menggunakan sistem hukukm yang diterapkan oleh Hindia Belanda. Karena pasa saat itu Indonesia merupakan negara baru yang belum mempunyai sistem hukum yang sesuai ditambah dengan Pemerintah Jepang tidak memperbarui sistem hukum Hindia Belanda. Sesuai dengan UUD 1945 Pasal II Aturan Peralihan, ” Segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlangsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang.
 Hukum perdata itu sendiri merupakan aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat atau pergaulan keluarga.

2.       Sejarah Singkat Hukum Perdata
Sejarah membuktikan bahwa hukum perdata yang saat ini berlaku di Indonesia tidak lepas dari sejarah hukum perdata eropa. Di eropa continental berlaku hukum perdata romawi, disamping adanya hukum tertulis dan hukum kebiasaan tertentu.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah hukum perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “ Code Civil de Francis” yang juga dapat disebut “Cod Napoleon”.
Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini digunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothis. Disamping itu juga dipergunakan hukum bumi putera lama, hukum jernoia dan hukum Cononiek. Code Napoleon ditetapkan sebagai sumber hukum di belanda setelah bebas dari penjajahan prancis.
Setelah beberapa tahun kemerdekaan, bangsa memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari hukum perdata. Dan tepatnya 5 juli 1830 kodivikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dn WVK (Wetboek Van Koopandle) ini adalah produk nasional-nederland yang isinya berasal dari Code Civil des Prancis dari Code de Commerce.

3.       Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Pengertian hukum privat (hukum perdana materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan didalam masyarakat dalam kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Selain ada hukum privat materil, ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain :
1. Faktor etnis
2. Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
a. Golongan eropa
b. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c. Golongan timur asing (bangsa cina, India, arab)
Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai berikut :
a.       Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu di kodifikasi).
b.      Untuk golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas konkordasi).
c.       Untuk golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya.
d.      Orang Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
e.      Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.
4.      Sistematika Hukum Perdata
Sistematika hukum perdata di Indonesia ada 2 pendapat, yaitu:
a.       Berlaku Undang-undang
-          Buku I                :  Berisi mengenai orang
-          Buku II               :  Berisi mengenai benda
-          Buku III             :  Berisi mengenai perikatan
-          Buku IV             :  Berisi mengenai pembuktian
b.      Ilmu Hukum atau Doktrin
-          Hukum Tentang Diri Seseorang (Pribadi).
Mengatur tentang manusia sebagai subyek hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan itu.
-      Hukum Kekeluargaan
Mengatur perihal hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu: Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
-      Hukum Kekayaan
Mengatur hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat.
-          Hak seorang pengarang atas karangannya
-          Hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan Ilmu Pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.
-      Hak Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal. Disamping itu hukum warisan mengatur akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.

SUMBER :

Aspek Hukum Dalam Ekonomi #Part 2

Subyek dan Obyek Hukum

1.       Subyek Hukum

Subyek hukum adalah segala sesutau yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum. Subyek hukum dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

a.       Manusia biasa (natuurlijke persoon) manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan.

  Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan  hukum adalah sebagai berikut :

§   Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).
§  Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan Pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, yaitu :
§   Orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).
§  Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena   gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.
§  Kurang cerdas.
§   Sakit ingatan.
§  Orang wanita dalam perkawinan yang berstatus sebagai istri.
§  Badan Hukum ( Rechts Person )

b.      Badan  Usaha

Subjek hukum adalah setiap makhluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh dan menggunakan hak serta kewajiban dalam lalu lintas hukum.
Beberapa pengertian subjek hukum :

§  Subjek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum berhak/berwenang untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap untuk bertindak dalam hukum.
§  Subjek hukum adalah sesuatu pendukung hak yang menurut hukum berwenang/berkuasa bertindak menjadi pendukung hak.
§  Subjek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajian.

Subjek Hukum Korporasi
Dalam hukum pidana pengertian korporasi berarti sangat luas tidak hanya yang berbentuk badan hukum saja, seperti perseroan terbatas, yayasan, koperasi sebagai korporasi melainkan juga firma, perseroan komanditer, persekutuan, sekumpulan orang.

    Pengaturan korporasi sebagai subjek hukum pidana di latarbelakangi oleh sejarah dan pengalaman yang berbeda di tiap Negara, termasuk Indonesia. Namun pada akhirnya ada kesamaan pandangan, yaitu sehubungan dengan perkembangan industrialisasi dan kemajuan yang terjadi dalam bidang ekonomi dan perdagangan yang telah mendorong pemikiran bahwa subjek hukum pidana tidak lagi hanya dibatasi pada manusia alamiah saja (natural person), tetapi juga meliputi korporasi, karena untuk tindak pidana tertentu dapat pula dilakukan oleh korporasi.

2.       Obyek Hukum

Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis. Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni:
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Berikut ini penjelasannya :

§  Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud. Yang meliputi :
-            Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
-               Benda tidak bergerak.
§  Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.

3.       Hak Kebendaan Yang  Bersifat Sebagai Pelunasan Hutan ( Hak Jaminan )

Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).

Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.

Macam-macam Pelunasan Hutang :

A.      Jaminan Umum

Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya. Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.

Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
v  Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
v  Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.

B.      Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
v  Gadai
v  Hipotik
v  Hak tanggungan
v  Fidusia


SUMBER:



Senin, 30 Maret 2015

Aspek Hukum Dalam Ekonomi #Part 1

BAB I   

Pengertian Hukum & Hukum Ekonomi

1.       Pengertian Hukum
Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol, hukum adalah aspek terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan, hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarakat berhak mendapatkan pembelaan didepan hukum sehingga dapat di artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakan dan menyediakan sangsi bagi yang melanggarnya.

Pengertian Hukum Menurut Para Ahli Hukum:

§  Plato, dilukiskan dalam bukunya Republik. Hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
§  Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.
§  Austin, hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann, 1993: 149).
§  Bellfoid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.
§  Mr. E.M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.

2.        Tujuan Hukum & Sumber-Sumber Hukum
Tujuan hukum mempunyai sifat universal seperti ketertiban, ketentraman, kedamaian, kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum maka tiap perkara dapat diselesaikan melalui proses pengadilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, selain itu hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat.

3.       Kodefikasi Hukum
Kodifikasi hukum adalah  : pembukuan hukum dalam suatu himpunan Undang-Undang dalam materi yang sama. Tujuan kodifikasi hukum adalah agar didapat suatu rechtseenheid ( kesatuan hukum ) dan suatu rechts-zakerheid ( kepastian hukum).

Aliran-aliran (praktek) hukum setelah adanya kodifikasi hokum :
§        Aliran Legisme, yang berpendapat bahwa hukum adalah undang-undang dan diluar undang-undang tidak ada hukum.
§  Aliran Freie Rechslehre, yang berpenapat bahwa hukum terdapat di dalam masyarakat.Aliran Rechsvinding adalah aliran diantara aliran Legisme dan aliran Freie Rechtslehre.
§    Aliran Rechtsvinding berpendapat bahwa hukum terdapat dalam undang-undang yang diselaraskan dengan hukum yang ada di dalam masyarakat.

Kodifikasi hukum di Perancis dianggap suaru karya besar dan dianggap memberi manfaat yang besar pula sehingga diikuti oleh negara-negara lain. Maksud dan tujuan diadakannya kodifikasi hukum di Perancis ialah untuk mendapatkan suaru kesatuan dan kepastian hukum (rechseenheid dan rechszekerheid). yang dihasilakan dari kodifikasi tersebut ialah code Civil Prancis atau Code Napoleon. Aliran hukum yang timbul karena kodifikasi adalah aliran legisme. Kodifikasi hukum di Indonesia antara lain KUHP, KUH Perdata, KUHD dan KUHAP.

4.       Kaidah atau Norma
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).

Tujuan norma adalah untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik aman dan tertib, sehingga dapat teripta kehidupan bermasyarakat yang rukun dan saling menghagai. Contoh jenis dan macam-macam norma :
§   Norma Sopan Santun
§   Agama
§   Hukum
Isi kaidah / norma
§ Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat2nya dipandang baik.
§ Larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.
Guna kaidah / norma
Memberi petunjuk kepada manusia bagaimana seorang harus bertindak dalam   masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus dijalankan dan perbuatan-perbuatan mana pula yang harus dihindari.
Pengertian Hukum & Hukum Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity). Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu:
§  Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal)
§  Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan).

Contoh hukum ekonomi :
§  Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
§  Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
§  Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
§  Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
§  Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum. Demikianlah penjelasan tentang hukum ekonomi secara keseluruhan semoga kita semua mengerti dan dapat megimplementasikan ke dalam kehidupan nyata.


SUMBER: