Kajian Akuntansi, Pebruari 2009,
Hal: 29 - 47
Vol.
1 No. 1
ISSN
: 1979-4886
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KELENGKAPAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA
Oleh : Andi Kartika
Fakultas Ekonomi
Unisbank Semarang
Abstract
This study aims to test the factors
that influence the level of disclosure of financial statement completeness in
manufacturing companies registered in the Jakarta Stock Exchange. Disclosure of
financial statement is factor that is significant in achieving capital market
efficiency and as a means of public accountability. A study in disclosure of
financial statement will give a viewpoint about disclosure practice conducted
in Indonesia.
Sample used is 118 manufacturing
company financial statements in 2004 -2006 which are taken using purposive
sampling. Items of the disclosure studied include compulsory and voluntary
disclosure to gain the total item of 112 disclosures.The method analysis of the
data used is multivariate regression or the test on the hypothesis conducted to
identify whether leverage, liquidity, profitability, public share, and the age
of the company have significant influence towards the level of disclosure of
financial statement completeness.
The result of the study shows that
profitability variable and public share have positive and significant influence
towards the level of disclosure of financial statement completeness. The other
independent variable such as leverage, liquidity, and the age of the company do
not indicate certain significance influence towards the level of disclosure of
financial statement completeness.
Keywords: disclosure of financial
statement completeness, leverage, liquidity, profitability, public share, and
the age of companies.
PENDAHULUAN
Laporan tahunan pada dasarnya adalah
sumber informasi bagi investor sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam
pengambilan keputusan investasi dalam pasar modal, juga sebagai sarana
pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
Proses pembuatan laporan tahunan tidak lepas dari penelitian mengenai
kelengkapan pengungkapan (disclosure) dalam laporan tahunan dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hal ini sangat penting untuk dilakukan
karena akan memberikan gambaran kondisi perusahaan, serta mampu menunjukkan
sifat perbedaan kelengkapan ungkapan antar perusahaan dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Perusahaan akan menggunakan laporan tahunannya yang terdiri
dari laporan wajib dan laporan sukarela untuk pemegang saham dan investor
potensial maupun pemerintah. Laporan tahunan perusahaan dapat memberikan
gambaran kinerja selama satu tahun, dan dapat menjelaskan masa depan perusahaan
tersebut (Widiyastuti, 2002). Dalam pencapaian efisiensi dan sebagai sarana akuntabilitas
publik, pengungkapan laporan keuangan menjadi faktor yang signifikan. Laporan
keuangan dapat diungkapkan dalam bentuk penjelasan mengenai kebijakan akuntansi
yang ditempuh kontijensi, metode persediaan, jumlah saham yang beredar dan
ukuran alternatif, seperti pos-pos yang dicatat berdasar historical cost
(Naim dan Rakhman, 2000).
Laporan keuangan merupakan hasil dari proses
akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data
keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak yang berkepentingan
dengan data atau aktivitas perubahan tersebut. Pada dasarnya laporan keuangan
terdiri dari laporan neraca (balance sheet), laporan rugi laba (income
statement) serta laporan perubahan modal (retaired earning). Pada
prakteknya sering diikutsertakan laporan keuangan lain yang sifatnya membantu
untuk memperoleh penjelasan lanjut maupun kepentingan analisa, seperti laporan
perubahan modal kerja, laporan sumber dan penggunaan kas, laporan perubahan
laba kotor serta laporan biaya produksi (Bambang, 1998).
Pasar modal (capital market) merupakan
pasar untuk berbagai instrumen keuangan yang bisa diperjualbelikan, baik dalam
bentuk uang ataupun modal itu sendiri. Pasar modal memiliki peran besar bagi
perekonomian suatu negara karena menjalankan 2 (dua) fungsi, yaitu sebagai
fungsi ekonomi dan fungsi keuangan (Darmadji, 2001). Informasi keuangan
merupakan salah satu masukkan yang diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
pengambilan keputusan. Informasi keuangan terdiri dari laporan keuangan dan
laporan non keuangan serta beberapa informasi lainnya. Informasi keuangan
tersebut berguna antara lain sebagai pengukur kinerja manajer, alat penilai
kinerja perusahaan, alat bantu pengambilan keputusan
operasional-taktis-strategik manajerial, alat prediksi kinerja ekonomis di masa
depan dan lain-lain (Suhardito, 1999).
Dalam kualitas informasi keuangan terdapat dua
jenis pengungkapan (disclosure) yang diterbitkan oleh perusahaan.
Pengungkapan tersebut adalah pengungkapan wajib (mandatory disclosure)
merupakan pengungkapan yang diwajibkan peraturan pemerintah dan pengungkapan
sukarela (voluntary disclosure) merupakan pengungkapan yang tidak
diwajibkan peraturan. Penelitian tentang pencapaian efisiensi dan sebagai
sarana akuntabilitas publik, pengungkapan
laporan keuangan menjadi faktor yang signifikan.(Naim dan Rahman, 2000).
Ada 3 (tiga) konsep mengenai luas pengungkapan
laporan keuangan yaitu adequate,
fair, full disclosure. Konsep yang paling sering digunakan adalah adequate
disclosure (pengungkapan cukup), yaitu pengungkapan minim yang disyaratkan
oleh peraturan yang berlaku dimana pada tingkat ini investor dapat
menginterpretasikan angka-angka dalam laporan keuangan. Konsep fair
disclosure (pengungkapan wajar) mengandung sasaran etis dengan menyediakan
informasi yang layak terhadap investor potensial. Sedangkan full disclosure
(pengungkapan penuh) memiliki kesan penyajian laporan keuangan yang berlebihan
sehingga banyak pihak berpendapat bahwa full disclosure merupakan
konsep yang dapat merugikan perusahaan.
Pengungkapan laporan keuangan yang memadai bisa
ditempuh melalui penerapan informasi yang baik. Untuk menyelenggarakan
informasi yang baik bagi pelaku pasar modal, maka pemerintah menunjuk Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Peraturan
mengenai pos-pos laporan keuangan minimum yang harus diungkap dalam laporan
keuangan diatur secara rinci di dalam SK Bapepam.
Terdapat beberapa penelitian mengenai pengungkapan
kelengkapan dalam laporan keuangan yang telah dilakukan yakni, Wallace et al,
Subiyantoro, Suripto, Ainun dan Fuad, Fitriani, Marwata, serta Nugraeni.
Penelitian Wallace et al (1994) meneliti
perbedaan tingkat kelengkapan ungkapan perusahaan dalam laporan tahunan
mencerminkan karakteristik perusahaan di Spanyol. Penelitian ini menghasilkan
bahwa indeks kelengkapan ungkapan secara signifikan positif dengan besar
perusahaan (yang diukur dengan aktiva atau penjualan) dan status pendaftaran.
Subiyantoro (1996) menguji hubungan antara
kelengkapan pengungkapan laporan keuangan tahunan dan karakteristik non
keuangan di Indonesia. Variabel yang digunakan
adalah total aktiva, rasio
ungkitan dan rasio likuiditas. Suripto
(1999) dalam Fitriani (2001) menguji pengaruh karakteristik perusahaan terhadap
luas ungkapan sukarela dalam laporan tahunan. Jumlah sampel yang digunakan 68
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1995. Ainun dan Fuad
(2000) meneliti tentang analisis hubungan antara kelengkapan pengungkapan laporan keuangan
dengan struktur modal dan tipe kepemilikan perusahaan dengan mengambil sampel
sebanyak 32 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ. Variabel yang
digunakan adalah struktur modal (Leverage)
dan tipe kepemilikan perusahaan sebagai variabel independen dan variabel
dependennya adalah kelengkapan pengungkapan laporan keuangan perusahaan.
Fitriani (2001) meneliti tentang signifikasi
perbedaan tingkat kelengkapan pengungkapan wajib dan sukarela pada laporan
keuangan. Jumlah sampel yang digunakan berjumlah 102 perusahaan. Variabel yang
digunakan adalah ukuran perusahaan, status perusahaan, jenis perusahaan, net
profit margin dan Kantor Akuntan Publik sebagai variabel independen, dan
tingkat kelengkapan pengungkapan wajib dan sukarela sebagai variabel dependen.
Marwata (2001) meneliti karakteristik perusahaan
dengan tingkat kelengkapan ungkapan sukarela pada laporan keuangan. Jumlah
sampel yang digunakan adalah 132 perusahaan. Variabel yang digunakan rasio
ungkitan, rasio likuiditas, dan basis perusahaan sebagai variabel independen,
dan tingkat kelengkapan ungkapan sukarela sebagai variabel dependen.
Nugraheni, dkk. (2002) menguji faktor-faktor
fundamental perusahaan terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan.
Jumlah sampel yang digunakan adalah 76 perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEJ. Variabel yang digunakan seperti tingkat likuiditas, tingkat leverage,
tingkat profitabilitas dan common stock ratio sebagai variabel independen,
dan faktor-faktor fundamental perusahaan terhadap tingkat pengungkapan
perusahaan merupakan variabel dependen.
Meskipun telah banyak dilakukan penelitian tentang
kualitas pengungkapan informasi pada perusahaan yang terdaftar di BEJ, namun
masih terdapat perbedaan hasil. Hasil penelitian tersebut beragam, mungkin
dikarenakan perbedaan sifat variabel independen dan variabel dependen yang
diteliti, perbedaan periode pengamatan, jenis pengungkapan, peraturan yang
berlaku dan/atau perbedaan dalam metodologi statistik yang digunakan.
Penelitian ini berbeda dengan peneiti-peneliti
sebelumnya khususnya perubahan mengenai beberapa hal. Pertama,
penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak menekankan perhatian pada tingkat
pengungkapan wajib saja atau sukarela saja sebagai variabel dependen. Dalam
penelitian ini, prosedur pengukuran variabel tersebut mencakup keduanya (baik
wajib maupun sukarela) yang dinyatakan dalam indeks pengungkapan. Kedua,
penelitan-penelitian sebelumnya banyak dilakukan terhadap data cross
sectional untuk satu periode saja.
Dalam penelitian ini penulis mencoba melakukan perluasan penelitian dengan
menganalisis data lebih dari satu periode untuk menguji apakah
variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kelengkapan pengungkapan dalam penelitian
ini tetap konsisten dalam waktu yang berbeda.
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menguji
secara empiris pengaruh leverage, likuiditas, profitabilitas, porsi saham
publik, dan umur perusahaan terhadap kelengkapan pengungkapan laporan
keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ, mengetahui seberapa
besar pengaruh tingkat leverage, likuiditas, profitabilitas, porsi saham
publik, serta umur perusahaan terhadap kelengkapan pengungkapan laporan
keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan
Mengukur tingkat kelengkapan pengungkapan laporan keuangan dari
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ), khususnya
perusahaan manufaktur.
TINJAUAN
PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Pengungkapan Laporan
Keuangan
Pengungkapan secara sederhana dapat didefinisikan
sebagai penyampaian informasi (the releas of information). Pengungkapan
laporan keuangan merupakan suatu media pertanggungjawaban perusahaan kepada
investor yang berguna untuk memudahkan pengambilan keputusan alokasi sumber
daya ke usaha-usaha yang paling produktif. Hendrikson dan Brenda, (2002)
menyatakan bahwa pengungkapan dalam pelaporan keuangan dapat didefinisikan
sebagai penyajian informasi yang diperlukan untuk mencapai operasi yang optimum
di pasar modal yang efisien. Hal ini menyiratkan bahwa harus disajikan
informasi yang cukup agar memungkinkan diprediksinya kecenderungan (trend)
dividen masa depan serta variabilitas dan kovariabilitas imbalan
masa depan dalam pasar tersebut. Adapun tujuan pengungkapan yaitu sebagai
berikut :
(1). Menjelaskan item-item yang diakui dan untuk
menyediakan ukuran yang relevan bagi item-item tersebut, selain ukuran dalam
laporan keuangan,
(2).
Menjelaskan item-item yang belum diakui dan untuk menyediakan ukuran yang
bermanfaat bagi item-item tersebut,
(3). Untuk menyediakan informasi untuk membantu
investor dan kreditur dalam menentukan risiko dan item-item yang potensial
untuk diakui dan yang belum diakui,
(4). Untuk menyediakan informasi penting yang
dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan untuk membandingkan antar
perusahaan dan antar tahun,
(5). Untuk menyediakan informasi mengenai aliran
kas masuk dan keluar di masa mendatang, dan
(6). Untuk
membantu investor dalam menetapkan return dan investasinya.
Pengungkapan melibatkan
keseluruhan proses pelaporan keuangan. Pemilihan metode pengungkapan yang
terbaik dalam setiap kasus tergantung pada sifat informasi dan kepentingan relatifnya.
Metode-metode pengungkapan dapat diklasifikasikan sebagai berkut :
1. Bentuk dan Susunan Laporan Formal
Informasi yang paling signifikan dan
relevan harus selalu tampil dalam tubuh utama satu atau lebih laporan keuangan
jika memang memungkinkan untuk mencantumkannya di sana. Aktiva dan kewajiban
serta dampak yang ditimbulkan pada laba bersih, dan ekuitas pemegang saham
harus diungkapkan dalam laporan begitu transaksi dan, perubahan lainnya dapat diukur dengan
handal dan dengan derajat akurasi yang wajar. Tetapi bentuk dan susunan laporan
dapat diubah secara efektif untuk menampilkan jenis informasi tertentu yang
tidak dengan mudah diungkapkan dengan laporan tradisional.
2. Terminologi dan Penyajian yang Terinci
Deskripsi yang digunakan dalam laporan
serta jumlah rincian yang diperlihatkan merupakan faktor penting dalam
pengungkapan. Karena terbatasnya rentang perhatian dan pemahaman manusia, data
akuntansi harus diikhtisarkan agar berarti dan berguna. Pemilihan seberapa
banyak informasi yang harus disajikan dan penentuan pos-pos mana yang harus
disajikan secara terpisah tergantung pada tujuan laporan dan materialitas pos
tersebut.
3. Informasi Parentesis
Informasi yang paling signifikan harus
disajikan dalam tubuh laporan keuangan, bukan dalam catatan kaki atau daftar
pelengkap. Jika judul pos-pos dalam laporan tidak dapat dibuat benar-benar
deskriptif tanpa menjadi terlalu panjang, penjelasan atau definisi tambahan
dapat disajikan sebagai catatan parentesis (“dalam tanda kurung”) setelah judul
dalam laporan tersebut. Akan tetapi, catatan ini tidak boleh panjang atau akan
mengganggu data utama yang diikhtisarkan di dalam laporan.
4. Catatan Kaki
Tujuan catatan kaki dalam laporan keuangan
haruslah untuk mengungkapkan informasi yang tidak dapat disajikan secara
memadai dalam tubuh suatu laporan tanpa mengurangi kejelasan laporan. Catatan
kaki tidak boleh digunakan sebagai pengganti klasifikasi atau penilaian dan
deskriptif yang semestinya di dalam laporan, juga tidak boleh berkontradiksi
atau mengulang informasi di dalam laporan.
5. Laporan dan Daftar Pelengkap
Laporan pelengkap menjelaskan fungsi yang
berbeda dengan daftar pelengkap. Biasanya laporan pelengkap menyajikan
informasi tambahan atau informasi yang disusun dalam gaya yang berbeda, dan
bukan informasi yang lebih terinci. Laporan pelengkap ini dapat digunakan
sebagai metode untuk mengembangkan dan bereksperimen dengan peraga dan laporan
baru.
6. Komentar dalam Laporan Auditor
Laporan auditor
bukanlah tempat untuk mengungkapkan informasi keuangan yang signifikan mengenai
perusahaan. Tetapi laporan ini memang berfungsi sebagai metode untuk
mengungkapkan jenis-jenis informasi.
7. Surat Direktur Utama atau Ketua Dewan
Komisaris
Dalam pembahasan ini laporan keuangan
formal dengan catatan kaki serta daftar dan laporan pelengkap dan sertifikat
auditor melengkapi laporan keuangan akuntan. Semua data keuangan yang relevan
dan signifikan harus tampak dalam laporan ini. Akan tetapi, pengkajian
signifikansi informasi ini paling baik disajikan dalam bentuk naratif oleh
manajemen sendiri.
Luas Pengungkapan
Keluasan pengungkapan adalah
salah satu bentuk kualitas-kualitas pengungkapan. Menurut Imhoff (Na’im, 2000),
kualitas tampak sebagai atribut-atribut yang penting dari suatu informasi
akuntansi. Meskipun kualitas akuntansi memiliki makna ganda (ambiguous),
banyak penelitian yang menggunakan index of disclosure methodology
mengemukakan bahwa kualitas pengungkapan dapat diukur dan digunakan untuk
menilai manfaat potensial dari isi suatu laporan tahunan. Dengan kata lain,
Imhoff menyatakan bahwa tingginya kualitas informasi akuntansi sangat berkaitan
dengan tingkat kelengkapan
pengungkapan.
Sesuai dengan salah satu
undang-undang pasar modal yaitu dalam meningkatkan transparasi dan menjamin
perlindungan terhadap masyarakat pemodal, disebutkan bahwa setiap perusahaan
menawarkan efeknya melalui pasar modal wajib mengungkapkan seluruh informasi
mengenai keadaan usahanya termasuk keadaan keuangan. Menurut keputusan BAPEPAM
No. Kep-06 / PM / 2000, terdapat dua jenis pengungkapan, antara lain:
a. Pengungkapan Wajib (mandatory disclosure)
Merupakan pengungkapan
minimum yang harus diungkapkan atau disyaratkan oleh standar akuntansi yang
berlaku (kewajiban perusahaan). Perusahaan memperoleh manfaat dari
menyembunyikan, sementara yang lain dengan mengungkapkan informasi. Jika
perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan secara sukarela maka pengungkapan
wajib akan memaksa perusahaan untuk mengungkapkannya.
Pengungkapan wajib yang diwajibkan oleh Bapepam
memuat 79 item pengungkapan informasi laporan tahunan.
b. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure)
Merupakan
pengungkapan yang tidak diwajibkan peraturan, dimana perusahaan bebas memilih
jenis informasi yang akan diungkapkan yang sekiranya dapat mendukung
dalam pengambilan keputusan. Pengungkapan ini berupa butir-butir yang dilakukan
sukarela oleh perusahaan. Item pengungkapan sukarela terdiri dari 33
item informasi yang diungkap.
Dalam membuat indeks
kelengkapan dan luas pengungkapan dibutuhkan suatu instrumen yang dapat
mencerminkan informasi-informasi yang diinginkan secara detail pada
masing-masing item laporan keuangan yang telah ditentukan. Dalam menghitung
indeks, penulis menggunakan indeks Wallace yang mengungkapkan
perbandingan antara jumlah item yang diungkap dengan jumlah item yang
seharusnya diungkap.
Peraturan mengenai dokumen
perusahaan yang harus diserahkan kepada
Bapepam diatur dalam Keputusan
Ketua Bapepam No. Kep-40/PM/1997. Peraturan mengenai dokumen-dokumen
yang terbuka untuk umum diatur dalam Keputusan Ketua Bapepam No. SE-24/PM/1987
menyatakan bahwa penyusunan laporan keuangan utama harus sesuai dengan Standar
Akuntansi Indonesia yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Peraturan mengenai otoritas kepada IAI
untuk memberlakukan regulasi mengenai informasi perusahaan publik di Indonesia
melalui Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Peraturan mengenai item-item laporan
keuangan minimum yang harus diungkap dalam laporan keuangan diatur secara rinci
dalam Standar Akuntansi Keuangan (Na’im:2000).
Penelitian Terdahulu
Sebelum penelitian ini
dilakukan, terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Wallace et
al (1994) dalam Marwata (2001), Subiyantoro (1996), Suripto (1999) dalam
Fitriani (2001), Na’im (2000), Nugraheni,dkk (2002). Penelitian Wallace et
al (1994) dalam Marwata (2001) meneliti apakah perbedaan tingkat kelengkapan
ungkapan perusahaan dalam laporan tahunan mencerminkan karakteristik perusahaan
di Spanyol. Dengan analisis regresi linier berganda, diperoleh hasil bahwa
indeks kelengkapan ungkapan secara signifikan positif dengan besar perusahaan
(yang diukur dengan aktiva atau penjualan) dan status pendaftaran. Likuiditas
secara signifikan berhubungan negatif dengan indeks kelengkapan ungkapan.
Subiyantoro (1996) dengan
menggunakan sampel perusahaan publik tahun 1994 dari 64 perusahaan non
keuangan, dengan focus perhatian pada keluasan pengungkapan wajib. Menemukan
adanya beberapa variabel karakteristik
perusahaan yang secara dominan mempengaruhi kelengkapan pengungkapan
laporan keuangan.Variabel tersebut adalah total aktiva, rasio ungkitan, dan
rasio likuiditas.
Suripto (1999) dalam Fitriani
(2001) menguji pengaruh karakteristik perusahaan terhadap luas ungkapan
sukarela dalam laporan tahunan, dengan menggunakan 68 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada
tahun 1995 sebagai sampel penelitian. Hasil pengujian menunjukkan bahwa luas
ungkapan sukarela dalam laporan tahunan masih rendah, namun variasinya bersifat
sistematik.Variabel besar perusahaan dan rencana penerbitan sekuritas pada
tahun berikutnya atau tidak secara statistik signifikan mempengaruhi luas
ungkapan sukarela perusahaan dalam laporan tahunan.
Na’im dan Rakhman (2000)
meneliti hubungan kelengkapan pengungkapan laporan keuangan dengan struktur
modal dan tipe kepemilikan perusahaan, dan menggunakan sampel semua jenis
perusahaan yang berjumlah 32 perusahaan. Variabel yang digunakan adalah
struktur modal (leverage) dan tipe kepemilikan perusahaan sebagai
variabel independen dan variabel dependennya adalah kelengkapan pengungkapan
laporan keuangan perusahaan. Hasil dari
penelitian yang dilakukan oleh Na’im dan Rakhman menunjukkan bahwa variabel
struktur modal (leverage) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
tingkat kelengkapan pengungkapan laporan keuangan, sedangkan tipe kepemilikan
perusahaan tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kelengkapan
pengungkapan laporan keuangan.
Fitriani (2001) melakukan
penelitian tentang signifikasi perbedaan tingkat kelengkapan pengungkapan wajib
dan sukarela pada laporan keuangan. Penelitian ini mengambil sampel sebanyak
102 perusahaan dengan periode penelitian pada laporan keuangan tahun 1999. Dari
penelitian disimpulkan bahwa terdapat faktor yang mempengaruhi kelengkapan
pengungkapan wajib adalah ukuran perusahaan, status perusahaan, jenis
perusahaan, net profit margin, dan KAP. Faktor yang mempengaruhi indeks
pengungkapan sukarela adalah variabel seperti pengungkapan wajib, kecuali jenis
perusahaan, sedang tingkat leverage dan likuiditas tidak
mempengaruhi indeks kelengkapan pengungkapan wajib dan sukarela.
Marwata (2001) meneliti
karakteristik perusahaan dengan tingkat kelengkapan ungkapan sukarela pada
laporan keuangan. Dengan besarnya sampel sebanyak 132 perusahaan dengan periode
penelitian laporan keuangan tahun 1995. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
kualitas ungkapan sukarela dalam laporan tahunan berkaitan dengan besar
perusahaan, rasio ungkitan, rasio likuiditas, basis perusahaan, penerbitan
sekuritas pada tahun berikutnya, umur perusahaan di bursa, kepemilikan publik,
dan kepemilikan asing. Penelitian ini
tidak menemukan kaitan yang secara statistik signifikan antara kualitas
ungkapan laporan tahunan dan variabel-variabel ungkitan, likuiditas, basis
perusahaan, umur perusahaan di bursa dan struktur kepemilikan perusahaan.
Nugraheni, dkk. (2002)
menganalisis faktor-faktor fundamental perusahaan terhadap kelengkapan laporan
keuangan. Dengan sampel sebanyak 76 perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEJ. Dengan menggunakan variabel independen seperti likuiditas, tingkat
leverage, tingkat profitabilitas dan common stock ratio. Penelitian ini
ditemukan bukti empiris bahwa secara parsial dan secara bersama-sama tidak
terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor fundamental perusahaan
terhadap tingkat pengungkapan perusahaan.
Binsar (2004) meneliti tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan laporan keuangan pada
perusahaan manufaktur dengan sampel yang digunakan sebanyak 34 perusahaan dan
skala yang digunakan skala rasio dan skala nominal. Dari penelitian ini bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan laporan keuangan yaitu
leverage, likuiditas, profitabilitas,saham publik, dan umur perusahaan mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kelengkapan pengungkapan laporan
keuangan.
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti
faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi kelengkapan pengungkapan laporan
keuangan. Faktor-faktor tersebut meliputi : leverage, likuiditas,
profitabilitas, saham publik, dan umur perusahaan. Kerangka pemikiran
teoritis yang menggambarkan hubungan antar variabel dalam penelitian ini, dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar-1
Model Empiris
Pengembangan Hipotesis
Hubungan antara Leverage dengan
Pengungkapan Laporan Keuangan
Menurut Jensen dan Meckling
(1976) menyatakan bahwa perusahaan dengan leverage yang tinggi
mengandung biaya pengawasan (monitoring cost) tinggi. Jika menyediakan
informasi yang lebih komprehensif akan membutuhkan biaya lebih tinggi,
maka perusahaan dengan leverage yang lebih tinggi akan menyediakan
informasi yang secara lebih komprehensif. Pernyataan tersebut serupa dengan
yang dikemukakan oleh Ainun dan Fuad (2000), bahwa perusahaan dengan rasio
hutang atas modal tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi dalam
laporan keuangan daripada perusahaan
dengan rasio yang rendah.
Semakin tinggi tingkat leverage
perusahaan, maka akan semakin besar pula agency cost atau dengan kata
lain semakin besar kemungkinan terjadinya transfer kemakmuran dari kreditur
jangka panjang kepada pemegang saham dan manajer sehingga untuk mengurangi hal
tersebut perusahaan dituntut untuk melakukan pengungkapan yang lebih lengkap
guna memenuhi kebutuhan informasi kreditur jangka panjang (Meek, Robert, dan
Gray, 1995).
Pada tingkat ekonomi yang baik tingkat leverage yang tinggi dapat memberikan kesempatan laba
yang lebih banyak sehingga perusahaan akan lebih banyak pengungkapan laporan
keuangannya. Untuk itu diajukan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Terdapat pengaruh
positif antara leverage dengan kelengkapan pengungkapan laporan keuangan.
Hubungan antara Likuiditas dengan
Pengungkapan Laporan Keuangan
Menurut Cooke (1989) dalam Fitriani (2001)
menyatakan tingkat likuiditas yang tinggi akan menunjukkan kuatnya kondisi
keuangan perusahaan. Perusahaan semacam ini cenderung untuk melakukan pengungkapan informasi yang
lebih luas kepada pihak luar karena ingin menunjukkan bahwa perusahaan itu
kredibel. Sedang menurut Darmawati (1999) dalam Yuniati (2000) menyatakan bahwa
kesehatan perusahaan yang dicerminkan dengan tingginya rasio likuiditas diukur
dengan current ratio diharapkan berhubungan dengan luasnya tingkat
pengungkapan. Hal ini didasarkan dari adanya pengharapan bahwa secara finansial
perusahaan yang kuat akan lebih mengungkapkan informasi daripada perusahaan
yang lemah. Tetapi sebaliknya, jika likuiditas dipandang sebagai ukuran
kinerja, perusahaan yang mempunyai rasio likuiditas rendah perlu
memberikan informasi yang lebih rinci untuk menjelaskan lemahnya kinerja
dibanding perusahaan yang mempunyai rasio likuiditas yang tinggi. Dengan
demikian hipotesisnya adalah :
H2 : Terdapat pengaruh positif antara likuiditas
dengan kelengkapan pengungkapan laporan keuangan.
Hubungan antara Profitabilitas dengan
Pengungkapan Laporan Keuangan
Shinghvi dan Desai (1971)
dalam Subiyantoro mengutarakan bahwa rentabilitas ekonomi dan profit
margin yang tinggi akan mendorong para manajer untuk memberikan informasi yang
lebih terinci, sebab mereka ingin meyakinkan investor terhadap profitabilitas
perusahaan dan mendorong kompensasi terhadap manajemen. Profitabilitas
yang tinggi menunjukkan tingginya laba yang diperoleh oleh perusahaan. Dengan profitabilitas
yang tinggi manajer perusahaan akan mengungkap lebih banyak laporan keuangan
untuk menunjukkan kinerja dari perusahaan. Untuk itu diajukan hipotesis sebagai
berikut:
H3 : Terdapat pengaruh positif antara
profitabilitas dengan kelengkapan pengungkapan laporan keuangan.
Hubungan antara Saham Publik dengan
Pengungkapan Laporan Keuangan
Naim dan Rahman (2000)
mengemukakan adanya perbedaan dalam proporsi saham yang dimiliki oleh investor
luar dapat mempengaruhi kelengkapan pengungkapan oleh perusahaan. Hal ini
karena semakin banyak pihak yang membutuhkan informasi tentang perusahaan,
semakin banyak pula detail-detail butir yang dituntut untuk dibuka dan dengan
demikian pengungkapan perusahaan semakin luas. Informasi tingkat kepemilikan
saham akan digunakan oleh investor pertanda prospek suatu perusahaan, dengan
kata lain semakin banyak saham yang dimiliki oleh publik berarti semakin tinggi
perusahaan dalam memberikan deviden dan layak beroperasi terus menerus
untuk itu perusahaan dituntut untuk memberikan informasi yang komprehensif.
Dengan demikian hipotesisnya yaitu :
H4 : Terdapat pengaruh positif antara porsi
kepemilikan saham oleh publik dengan kelengkapan pengungkapan laporan keuangan.
Hubungan antara Umur Perusahaan dengan
Pengungkapan Laporan Keuangan
Iklim perusahaan yang semakin ketat mempengaruhi
manajemen perusahaan dalam mengendalikan perkembangan dunia usaha. Perusahaan
yang memiliki umur yang lama menunjukkan seberapa tahan perusahaan tersebut
mampu bersaing dengan perusahaan yang lain. Perusahaan yang lebih lama
beroperasi kemungkinan akan menyediakan publisitas informasi yang lebih
luas dan lebih banyak dibanding
perusahaan yang baru saja berdiri. Kebutuhan masyarakat untuk mencari informasi
perusahaan akan lebih mudah. Menurut Marwata (2001) umur perusahaan
diperkirakan memiliki hubungan positif
dengan kualitas ungkapan sukarela. Alasan yang mendasari adalah bahwa
perusahaan yang berumur lebih tua memiliki pengalaman lebih banyak dalam
mempublikasikan laporan keuangan. Untuk itu diajukan hipotesis sebagai berikut
:
H5 : Terdapat pengaruh positif antara umur
perusahaan dengan kelengkapan pengungkapan laporan keuangan.
METODE
PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Penelitian ini mengambil populasi perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEJ dengan mengambil sampel perusahaan tahun 2004
sampai dengan tahun 2006. Pemilihan sampel
dilakukan dengan “purposive sampling” dengan kriteria yang
ditetapkan adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah perusahaan yang masuk kategori industri manufaktur.
2. Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sampai
tanggal 31 desember 2005 dan mengeluarkan laporan keuangan tahunan yang berakhir
tanggal 31 desember 2005.
3. Perusahaan yang tetap aktif beroperasi dan
tidak menghentikan aktivitasnya di pasar modal sampai dengan bulan Desember
2006.
4. Perusahaan yang memiliki laba positif
Berdasarkan kriteria di atas, diperoleh sampel
sebanyak 118 dengan proses sebagai berikut :
Tabel-1
Proses Pengambilan Sampel
Kriteria Sampel
|
2004
|
2005
|
2006
|
- Perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEJ
- Perusahaan yang tidak mempublikasikan
laporan keuangan yang berakhir 31 Desember
- Perusahaan yang tidak memiliki laba
positif
- Perusahaan yang datanya tidak lengkap
untuk analisis
|
149
(99)
(20)
(2)
|
146
(9)
(73)
(0)
|
142
(108)
(7)
(1)
|
Jumlah sampel setiap
tahunnya
|
28
|
64
|
26
|
Jenis dan
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder berupa laporan tahunan yang listing (terdaftar)
diperoleh dari perusahaan manufaktur yang terdaftar Bursa Efek Jakarta dan Indonesia
Capital Market Directory (ICMD) tahun 2007. Penggunaan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Laporan keuangan perusahaan,
Jumlah yang harus diungkap oleh perusahaan menurut standar, Aktiva lancar,
Kewajiban (Hutang) lancar, Total kewajiban (Hutang), Total ekuitas dan
Penjualan.
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Penelitian ini menggunakan
variabel-variabel sebagai berikut :
Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah kelengkapan pengungkapan laporan keuangan. Variabel ini mengukur berapa
banyak butir laporan keuangan yang material diungkap oleh perusahaan. Butir
pengungkapan laporan keuangan yang diukur meliputi yang bersifat wajib (mandatory)
maupun sukarela (voluntary). Berdasarkan Surat Keputusan Bapepam
No.06/PM/2000 luas pengungkapan wajib diukur dengan menggunakan 79 item
pengungkapan, sedangkan luas pengungkapan sukarela diukur berdasarkan daftar
item pengungkapan sukarela dari laporan tahunan yang dikembangkan berdasarkan
literatur (Susanto, 1992; Choi dan Mueller, 1992; Meek dkk, 1995; dikutip dari
Suripto, 1999) item pengungkapan sukarela terdiri dari 33 item informasi yang
diungkap.
Dalam melakukan penghitungan angka indeks,
peneliti menggunakan instrumen yang digunakan Wallace (1987). Instrumen ini
memberi angka tambahan pada setiap pengungkapan butir yang material. Semakin
banyak butir yang diungkap oleh perusahaan, semakin banyak pula angka indeks
yang diperoleh perusahaan tersebut. Perusahaan dengan angka indeks yang lebih
tinggi menunjukan bahwa perusahaan tersebut melakukan praktek pengungkapan
secara lebih komprehensif relatif dibandingkan perusahaan lain.
Angka indeks maksimum dalam instrumen ini
adalah satu. Perusahaan yang memiliki angka indeks satu menunjukan bahwa
perusahan tersebut telah melakukan pengungkapan
laporan keuangan secara penuh. Perhitungan untuk mencari angka indeks
ditentukan dengan formulasi sebagai berikut :
|
Dimana :
n = jumlah butir pengungkapan yang dipenuhi
K = jumlah semua butir yang mungkin dipenuhi
Besarnya jumlah item yang
diungkap oleh perusahaan (n) dihitung dengan memberi score 1 (satu)
untuk laporan keuangan perusahaan yang mengungkapkan item-item laporan
keuangan. Dan bagi laporan keuangan perusahaan yang tidak mencantumkan
item-item laporan keuangan maka diberi score 0 (nol).
Variabel Independen
Variabel Independen dalam penelitian ini
dalam hubungannya dengan pengaruh yang diberikan terhadap kelengkapan
pengungkapan laporan keuangan terdiri atas : leverage, likuiditas,
profitabilitas, porsi saham publik, umur perusahaan.
a. Leverage
Dalam menghitung leverage para
analis keuangan lebih sering menggunakan rasio hutang (debt ratio)
karena leverage berkaitan dengan investasi jangka panjang, maka dalam
penelitian ini menggunakan debt to equity (DER) sebagai alat penelitian
sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :
|
b. Likuiditas
Variabel ini berhubungan
dengan posisi keuangan jangka pendek perusahaan. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan rasio lancar (current ratio), karena rasio ini yang paling
umum digunakan untuk menganalisis posisi modal kerja sutu perusahaan dan
menunjukkan tingkat keamanan kreditor jangka pendek atau kemampuan perusahaan
untuk membayar hutang jangka pendek. Maka secara sistematis dapat dituliskan
sebagai berikut :
|
Profitabilitas
Variabel ini bertujuan untuk
mengukur efisiensi aktivitas perusahaan dan kemampun perusahaan untuk
memperoleh keuntungan. Untuk mengukur profitabilitas perusahaan,
peneliti menggunakan ROA (return on total asset ) dimana rumus atau
formula perhitungan adalah :
|
d. Porsi
Saham Publik
Variabel ini menunjukkan
tingkat kepemilikan perusahaan oleh masyarakat publik. Pengertian publik di
sini adalah pihak individu yang berada di luar lingkar manajemen dan tidak
memiliki hubungan istimewa dengannya. Jumlah kepemilikan saham diduga mempengaruhi
kelengkapan pengungkapan dalam laporan tahunan yang ditinjau dari aspek bahwa
besarnya kepemilikan saham oleh publik dan atau asing dibandingkan dengan
kepemilikan oleh pihak tertentu yang merupakan pihak insider.
Dalam penelitian ini, besarnya
jumlah persentase saham publik ditentukan berdasarkan rasio persentase saham
yang dimiliki oleh saham publik terhadap total saham, dimana rumus atau formula
adalah :
|
e. Umur
Perusahaan
Umur Perusahaan dihitung sejak
perusahaan tersebut berdiri berdasarkan akta pendirian. Semakin lama umur
perusahaan maka kemungkinan memberikan informasi yang lebih banyak dibandingkan
perusahaan yang baru berdiri. Informasi yang banyak tersebut akan bermanfaat
bagi investor dalam mengurangi tingkat ketidakpastian perusahaan, sehingga
investor dapat menggunakan informasi tersebut sebagai dasar dalam pengambilan
keputusan investasi. Umur perusahaan dapat diformulasikan sebagai berikut :
UMUR = Tahun First
Issue – Tahun Berdiri
Metode Analisis Data
Pengujian
hipotesis dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan model regresi
linier berganda, dimana dalam analisis regresi tersebut akan diuji pengaruh
antara variabel DER, CR, ROA, kepemilikan saham oleh publik dan umur perusahaan
terhadap indeks pengungkapan laporan keuangan tahunan. Namun sebelumnya akan
diuji terlebih dahulu syarat penggunaan regresi linier yang meliputi : Uji
Normalitas dan Uji Asumsi Klasik yang meliputi uji heteroskedastisitas, uji multikolinieritas dan uji autokorelasi.
ANALISIS DATA
DAN PEMBAHASAN
Statistik
Deskriptif
Statistik
deskriptif dari variabel penelitian ini selanjutnya diperoleh data penelitian
sebagai berikut:
Tabel-2
Statistik
Deskriptif Variabel Penelitian
Uji
Normalitas
Uji
normalitas data dapat ditentukan dengan melihat distribusi residual dari model
regresi. Pengujian normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov. Data
yang normal diperoleh apabila nilai signifikasi pengujian berada di atas 0,05.
Hasil pengujian menunjukkan data telah terdistribusi normal karena nilai
probabilitasnya sebesar 0,945 lebih besar dari 0,05. Berikut hasil pengujian
normalitas :
Tabel-3
Uji Normalitas Residual
Uji Asumsi Klasik
1. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian
heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan Uji Glejser. Uji Glejser
dilakukan dengan meregresikan nilai mutlak residual dengan variabel-variabel
bebasnya. Hasil yang tidak signifikan menunjukkan tidak terdapatnya gejala
heteroskedastisitas. Berikut disajikan hasil pengujian heteroskedastisitas
dengan menggunakan uji Glejser :
Tabel-4
Uji Heteroskedastisitas
Hasil pengujian
menunjukkan bahwa tingkat signifikansi variabel DER sebesar 0,328; variabel CR
sebesar 0,299; variabel ROA sebesar 0,557; PUBLIK sebesar 0,127 dan variabel
UMUR sebesar 0,927 lebih besar dari 0,05. Dengan demikian model regresi dalam
penelitian ini tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
2. Uji Multikolinieritas
Pengujian
multikolinieritas diuji dengan menggunakan nilai VIF dari model regresi. Nilai
VIF yang berada di bawah 10 menunjukkan tidak adanya masalah multikolinieritas
dalam regresi. Hasil berikut menunjukkan pengujian tersebut :
Tabel- 5
Uji Multikolinieritas
Hasil
pengujian terhadap keseluruhan prediktor yang diuji dengan menggunakan nilai
VIF dari model regresi, menunjukkan adanya nilai VIF yang berada di bawah 10.
Hal ini menunjukkan tidak adanya masalah multikolinieritas dalam regresi.
3. Uji Autokorelasi
Pengujian
autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Uji Durbin Watson. Jika nilai Durbin
Watson berada di atas nilai tabel 4 -
dU atau lebih kecil dari dU menunjukkan adanya gejala autokorelasi dalam model
regresi.
Tabel-6
Pengujian Autokorelasi
Nilai Durbin
Watson dari model regresi diperoleh nilai DW sebesar 2,111. Nilai ini akan
dibandingkan dengan tabel DW dengan jumlah observasi (n) = 118, jumlah variabel
independen (k) = 5 dan tingkat signifikansi 0,05, didapatkan nilai dL sebesar
1,441; dU sebesar 1,647; 4 – dU = 2,353; sehingga 1,647 < 2,111 < 2,353.
dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
autokorelasi, karena nilai DW diantara dU dan 4 – dU.
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menguji
persamaan regresi secara parsial maupun secara simultan.
Tabel-7
Hasil
Pengujian Determinasi
Nilai adjusted R2 dalam model
regresi ini diperoleh sebesar 0,059. Hal ini berarti bahwa 5,90% variasi indeks
pengungkapan dapat dijelaskan oleh variasi DER, CR, ROA, PUBLIK dan UMUR,
sedangkan 94,10% lainnya indeks pengungkapan dapat dijelaskan oleh variabel
lainnya.
Tabel-8
Hasil
Pengujian Regresi secara Simultan
Hasil uji F menunjukkan nilai Fhitungsebesar
10,982 dengan signifikansi pengujian sebesar 0,036. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa variabel Indeks pengungkapan dapat dijelaskan oleh variasbel
DER, CR, ROA, PUBLIK dan UMUR.
Tabel-9
Hasil
Pengujian Regresi secara Parsial
1)
Hasil
pengujian variabel DER (Debt Equity Ratio) menunjukkan bahwa variabel
tersebut mempunyai nilai thitung = 0,464 dengan signifikansi sebesar
0,643. Karena signifikansi pengujian lebih besar dari 0,05 dan arah koefisien
positif. Dengan demikian DER secara statistik berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap indeks pengungkapan. Hasil ini tidak mendukung pernyataan
Meek, Robert, dan Gray (1995), Na’im & Fuad (2000) dan Binsar &
Widiastuti (2004) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat hutang suatu
perusahaan maka semakin besar pula agency cost. Dengan demikian akan
semakin besar pula informasi mengenai penggunaan hutang tersebut kepada
pemegang saham, sehingga perusahaan dituntut untuk melakukan pengungkapan yang
lebih luas guna memenuhi kebutuhan informasi kreditur jangka panjang. Dengan
tidak siginifikannya pengaruh DER terhadap pengungkapan mengindikasikan bahwa
pengungkapan laporan keuangan dengan penjelasannya tidak menekankan pada
informasi hutang perusahaan. Dengan kata lain penyajian informasi penjelas dari
hutang disajikan secara normal dengan tidak memperhatikan besarnya perubahan
hutang yang terjadi. Namun penelitian ini mendukung penelitian Fitriani (2001)
yang menyatakan bahwa tingkat leverage tidak berpengaruh signifikan
terhadap pengungkapan laporan keuangan.
2)
Hasil
pengujian variabel CR (current ratio) menunjukkan bahwa variabel
tersebut mempunyai nilai t hitung = -1,997 dengan signifikansi
sebesar 0,048. Karena signifikansi pengujian lebih kecil dari 0,05 dan arah
koefisien negatif, dengan demikian CR secara statistik berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap indeks pengungkapan. Hasil ini tidak mendukung pernyataan
hipotesis penelitian dan mendukung penelitian yang dilakukan oleh Wallace
(1994) yang mengungkapkan bahwa perusahaan yang lemah dalam likuiditasi perlu
memberikan informasi yang lebih rinci dibandingkan dengan perusahaan yang lebih
likuid untuk menjelaskan latar belakang dari kelemahan tersebut atau dengan
kata lain terdapat hubungan yang negatif antara tingkat likuiditas dengan
keluasan pengungkapan. Namun penelitian ini mendukung pernyataan Fitriani
(2001) dan Binsar dan Widiastuti (2004) yang menyatakan bahwa tingkat
likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan laporan keuangan.
3)
Hasil
pengujian variabel ROA menunjukkan bahwa variabel tersebut mempunyai nilai t
hitung = 2,069 dengan signifikansi sebesar 0,041. Karena signifikansi
pengujian lebih kecil dari 0,05 dan arah koefisien positif, dengan demikian ROA
secara statistik berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks pengungkapan.
Hasil ini tidak mendukung pernyataan hipotesis penelitian yang berarti juga
konsisten dengan Shinghvi dan Desai (1971) yang menyatakan bahwa rentabilitas
ekonomi dan profit margin yang tinggi akan mendorong para manajer untuk
memberikan informasi yang lebih terperinci, sebab mereka ingin meyakinkan
investor terhadap profitabilitas perusahaan dan mendorong kompensasi terhadap
manajemen. Dalam hal ini nampak adanya ketidakjelasan kelengkapan pengungkapan
laporan keuangan dengan menekankan pada laba yang diperoleh perusahaan. Dalam
hal ini variabilitas pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan tidak banyak
menekankan pada item penghasilan perusahaan sehingga penelitian ini mendukung
pernyataan Lang dan Lundholm (1993) dan Binsar & Widiastuti (2004) yang
menyatakan bahwa pengungkapan mungkin berhubungan dengan variabilitas kinerja
perusahaan, jika kinerja sebagai surogasi informasi antara investor dengan
manajemen perusahaan maka arah hubungan antara kelengkapan pengungkapan laporan
keuangan dengan kinerja perusahaan menjadi tidak jelas.
4) Hasil pengujian variabel PUBLIK
menunjukkan bahwa variabel tersebut mempunyai nilai t hitung = 2,210
dengan signifikansi sebesar 0,029. Karena signifikansi pengujian lebih kecil
dari 0,05 dan arah koefisien positif. Dengan demikian kepemilikan saham oleh
publik secara statistik diperoleh berpengaruh positif dan signifikan terhadap
indeks pengungkapan. Hasil ini mendukung pernyataan hipotesis penelitian dengan
arah positif. Hasil ini sesuai dengan penelitian Na’im & Fuad (2000) dan
Binsar & Widiastuti (2004) yang menyatakan bahwa adanya perbedaan dalam
proporsi saham yang dimiliki oleh investor luar dapat mempengaruhi kelengkapan
pengungkapan laporan keuangan oleh perusahaan. Hal ini karena semakin banyak
pihak yang membutuhkan informasi tentang perusahaan, semakin banyak pula
detail-detail butir yang dituntut untuk dibuka dan dengan demikian pengungkapan
perusahaan akan semakin luas. Sedangkan menurut Marwata (2001) menyatakan bahwa
laporan keuangan tahunan merupakan salah satu alat yang penting untuk mengatasi
masalah keagenan antara manajemen dan pemilik laporan keuangan dapat dipandang
sebagai upaya untuk mengurangi asimerti informasi antara manajemen dan pemilik.
Sebagai pihak yang tidak mengikuti operasi perusahan sehari-hari, pemilik
menginginkan pengungkapan informasi yang seluas-luasnya. Dipihak lain, ada
dorongan bagi manajemen untuk selektif dalam melakukan pengungkapan informasi,
karena pengungkapan informasi mengandung biaya. Manajemen hanya akan
mengungkapkan informasi jika manfaat yang diperoleh dari pengungkapan melebihi
biaya pengungkapan informasi tersebut. Semakin besar presentase kepemilikan
saham publik, semakin besar pihak yang membutuhkan informasi tentang perusahan,
sehingga semakin banyak pula butir-butir informasi yang dituntut untuk diungkap
dalam laporan keuangan.
5) Hasil pengujian variabel UMUR menunjukkan
bahwa variabel tersebut mempunyai nilai t hitung = 0,246 dengan
signifikansi sebesar 0,806. Karena signifikansi pengujian lebih besar dari 0,05
dan arah koefisien positif. Dengan demikian umur perusahaan secara statistik
berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap indeks pengungkapan. Hasil
ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Marwata (2001) yang menyatakan
bahwa secara umum umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap indeks
pengungkapan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang telah berumur (tua)
belum tentu akan mengungkapkan semua informasi laporan keuangannya kepada
publik. Hal ini dikarenakan semakin lama perusahaan berdiri, maka akan
membutuhkan banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk mengungkapkan informasi
tersebut, sehingga perusahaan berusaha menekan dari biaya-biaya yang harus
dikeluarkan untuk keperluan pengungkapan informasi tersebut. Jadi perusahaan yang
sudah lama berdiri akan mengungkapkan informasi yang menurut mereka akan banyak
disorot oleh investor dan dengan harapan para investor akan tertarik membeli
saham perusahaan.
PENUTUP
Simpulan
Penelitian ini menguji apakah terdapat
pengaruh leverage, likuiditas, profitabilitas, porsi kepemilikan saham oleh
investor luar dan umur perusahaan terhadap kelengkapan pengungkapan laporan
keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan
periode penelitian tahun 2004 dan 2006.
Berdasarkan hasil uji
statistik diperoleh secara parsial dengan tingkat signifikansi 5%, Variabel
leverage yang diproksikan dengan DER yang mempunyai nilai b1 = 0,001; thitung = 0,464 dengan
signifikansi sebesar 0,643 yang berarti DER memiliki pengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap pengungkapan laporan keuangan. Dengan tidak siginifikannya
pengaruh DER terhadap pengungkapan mengindikasikan bahwa pengungkapan laporan
keuangan dengan penjelasannya tidak menekankan pada informasi hutang
perusahaan.
CR yang mempunyai nilai b2= -0,006; thitung = -1,997 dan
signifikansi sebesar 0,048 yang berarti CR memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap pengungkapan laporan keuangan. Hal ini mengindikasikan bahwa
perusahaan yang lemah dalam likuiditasi perlu memberikan informasi yang lebih
rinci dibandingkan dengan perusahaan yang lebih likuid untuk menjelaskan latar
belakang dari kelemahan tersebut atau dengan kata lain terdapat hubungan yang
negatif antara tingkat likuiditas dengan keluasan pengungkapan.
Variabel profitabilitas (ROA) yang mempunyai
nilai b3 =0,002; thitung =2,069 dengan
signifikansi sebesar 0,041 yang berarti ROA memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap pengungkapan laporan keuangan. Dengan profitabilitas
yang tinggi manajer perusahaan akan mengungkap lebih banyak laporan keuangan
untuk menunjukkan kinerja dari perusahaan.
Jumlah kepemilikan saham
oleh publik yang mempunyai nilai b4 = 0,001; thitung = 2,210 dengan signifikansi sebesar 0,029 yang
berarti saham publik memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
pengungkapan laporan keuangan. Hal ini karena semakin banyak pihak yang
membutuhkan informasi tentang perusahaan, semakin banyak pula detail-detail
butir yang dituntut untuk dibuka dan dengan demikian pengungkapan perusahaan
akan semakin luas.
Umur perusahaan yang
mempunyai nilai b5 = 0,000; thitung
= 0,246 dan signifikansi sebesar 0,806 yang berarti memiliki pengaruh positif
dan signifikan terhadap tingkat kelengkapan pengungkapan laporan keuangan. Hal
ini dikarenakan semakin lama perusahaan berdiri, maka akan membutuhkan banyak
biaya yang harus dikeluarkan untuk mengungkapkan informasi tersebut, sehingga
perusahaan berusaha menekan dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk
keperluan pengungkapan informasi tersebut. Jadi perusahaan yang sudah lama
berdiri akan mengungkapkan informasi yang menurut mereka akan banyak disorot
oleh investor dan dengan harapan para investor akan tertarik membeli saham
perusahaan.
Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini menggunakan sampel yang
relatif kecil, dikarenakan periode penelitian hanya 3 tahun yaitu 2004 – 2006,
sehingga sangat besar kemungkinan sampel tidak mampu merepresentasikan populasi
dengan baik.
2. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
hanya terfokus pada industri manufaktur, sehingga kesimpulan yang dihasilkan
dari penelitian ini tidak dapat digeneralisasi industri yang lain.
3. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
hanya mengacu pada rasio-rasio keuangan saja, sehingga memungkinkan penelitian
ini terbatas pada jumlah prediktor yang berpengaruh terhadap indeks kelengkapan
pengungkapan laporan keuangan.
Saran
1. Sampel yang digunakan hendaknya lebih besar
yaitu dengan memperpanjang periode pengamatan.
2. Agar hasil penelitian mendukung kesimpulan
yang lebih akurat, maka sampel yang digunakan hendaknya tidak hanya perusahaan
manufaktur saja, misalnya seluruh perusahaan yang tedaftar di Bursa Efek
Jakarta.
3. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan
dengan menambahkan beberapa variabel yang secara teoritis dapat ditambahkan
dalam model persamaan regresi diantaranya adalah kondisi rasio keuangan lain,
ukuran perusahaan, asimetri informasi, status perusahaan (PMDN atau PMA) atau
keberadaan internal auditor dalam perusahaan.
4. Perlunya menggunakan pengukuran kelengkapan pengungkapan
dengan menggunakan beberapa panelis sebagai penilai ukuran kelengkapan
pengungkapan dan selanjutnya dicari rata-rata dari panelis tersebut sebagai
ukuran yang lebih baik untuk menghindari subyektivitas penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Belkaoui, Ahmed. Teori Akuntansi.
Buku 2. Yogyakarta. 2001.
Fitriany. Signifikasi Perbedaan Tingkat
Kelengkapan Pengungkapan Wajib dan Sukarela pada Laporan Keuangan Perusahaan
Publik yang Terdaftar di BEJ. Simposium Nasional Akuntansi IV. 2001
Ghozali, Imam.Analisis Multivariate
dengan Program SPSS, disi Ketiga. Semarang,. BPUD. 2005.
Gunawan,Yuniarti. Analisis Pengungkapan
Informasi Laporan Tahunan pada Perusahaan yang Terdaftar di BEJ, Simposium
Nasional Akuntansi V.
Harahap, Sofyan, Syafi’i. Teori
Akuntansi, PT. Raja Garfindo Persada. Jakarta,. 1993.
Hendriksen, D, Eldon and Micahel F. Van
Bred, Teori Akuntansi, Edisi V. Buku 2. Interaksara. Batam. 2002.
Ikatan Akuntansi Indonesia. Standar
Akuntansi Keuangan. Jakarta. Salemba Empat. 2002.
James C, Van Horne and Wachowicz, John. Fundamental’s
of Financial Management (Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan. Buku 1. Edisi
12, Salemba.
Lina Yunianti, Pengaruh Ukuran dan
Jenis Perusahaan terhadap Pengungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan, Perusahaan Setelah Penawaran Umum Perdana,
Jurnal Maksi 5. Januari.2005.
Marwata,Hubungan Antara Karakteristik
Perusahaan dan Kualitas Ungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan Perusahan
Publik di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi IV. 2001.
Na’im, Ainun dan Rakhman. Analisis
Hubungan antara Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan dengan Struktur Modal
dan Tipe Kepemilikan Perusahaan.
Ekonomi dan Bisnis Indonesia. 15. (1) 2000.
Nugraheni, Yekti, Linggar, dkk,. Analisis
Pengaruh Faktor-faktor Fundamental Perusahaan terhadap Kelengkapan Laporan
Keuangan. Ekonomi dan Bisnis Indonesia 8. (1). 2002.
Simanjuntak, Binsar H dan Widiastuti. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di BEJ. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 7. (3).
September 2004.
Subiyantoro, Edi. Hubungan antara
Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan dengan Karakteristik Perusahaan
Publik di Indonesia. Ekonomi dan
Bisnis Indonesia, 15. 1, 2000.
Suripto, Bambang, “Pengaruh
Karakteristik Perusahaan Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela Dalam Laporan
Tahunan”, Simposium Akuntansi Nasional II, 1999.
Bapepam, Surat Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan. 2000, di
download dari WWW.bapepam.go.id,
2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar