PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA, TINGKAT INFLASI, NILAI KURS
RUPIAH DAN PRODUK DOMESTIK BRUTO TERHADAP
RETURN SAHAM
Made Satria Wiradharma A(1)
Luh Komang Sudjarni(2)
(1),(2)Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia e-mail:
satria_msw27@ymail.com/ telp: +628179721753
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh tingkat suku bunga, tingkat inflasi, nilai kurs rupiah dan
produk domestik bruto secara parsial terhadap return saham pada perusahaan food
and beverages di Bursa Efek Indonesia 2009-2013. Populasi dalam penelitian
ini adalah semua perusahaan sektor food and beverages yang terdaftar di BEI
periode 2009-2013 sebanyak 15 perusahaan. Sampel ditentukan dengan menggunakan
metode purposive sampling
dengankriteria-kriteria antara lain perusahaan food and beverage yang terdaftar di BEI periode 2009-2013 dan
memiliki data laporan keuangan yang berkaitan dengan variabel penelitian secara
lengkap sehingga diperoleh sampel sebanyak 11 perusahaan di sektor food and beverages. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari Indonesian Capital Market
Directory tahun 2009 sampai 2014.Hasil menunjukan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh positif signifikan terhadap
return saham, tingkat inflasi dan
nilai kurs rupiah tidak berpengaruh terhadap return saham dan produk domestik bruto berpengaruh negatif
signifikan terhadap return saham.
Kata kunci: return saham, tingkat suku bunga, tingkat
inflasi, nilai kurs rupiah, produk domestik
bruto
ABSTRACT
This
study aims to determine the effect of interest rates, inflation rates, rupiah
exchange rate and gross domestic product partially onstock return of Food and
Beverage companies in Indonesia Stock Exchange from 2009 to 2013. The
population in this study is all of the food and beverages sector companies that
are listed on the Stock Exchange from 2009-2013 as many as 15 companies.
Samples were determined using purposive sampling with criteria include food and
beverage company that are listed on the Stock Exchange from 2009-2013 and those
company must have the financial data which is related to this research
variables in order to obtain sample as many as 11 companies in the food and
beverages sector. The data used in this study was obtained from the Indonesian
Capital Market Directory from 2009 to 2014. The results showed that the
interest rate has significant positive effect on stock returns, inflation rates
and the rupiah exchange rate has no effect on stock returns and gross domestic
product has significant negative effect on stock returns.
Keywords: stock return, interest rate,
inflation, rupiah exchange value, gross domestic product
PENDAHULUAN
Pasar modal merupakan tempat bertemunya penjual
dengan pembeli modal atau dana yang transaksinya diperantarai oleh para anggota
bursa. Pasar modal berperan penting dalam kegiatan perekonomian karena
merupakan sumber dana alternatif bagi perusahaan-perusahaan. Pasar modal
memiliki beberapa instrumen yang salah satunya adalah saham. Saham adalah
serifikat yang menunjukan bukti kepemilikian suatu perusahaan (Tandelilin,
2010:32). Tujuan utama dalam berinvestasi saham adalah untuk memperoleh return. Return merupakan hasil yang
diperoleh dari suatu investasi. Return
dapat berupa realized return atau expected return. Realized return
merupakan return yang telah terjadi
dan dihitung menggunakan data historis.
Expected
return merupakan return yang diharapkan akan diperoleh investor dimasa yang akan datang (Hartono, 2013:235).
Kondisi ekonomi makro dapat mempengaruhi operasi
perusahaan sehari‐hari. Hasil keputusan investor
dalam menentukan investasi yang menguntungkan salah satunya dipengaruhi oleh
kemampuan investor tersebut dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro
di masa datang. Dalam ekonomi makro terdapat beberapa indikator yang harus
dipertimbangkan investor dalam membuat keputusan investasinya (Tandelilin
2010:341). Tandelilin (2010:343) mengatakan bahwa variabel ekonomi makro yang
perlu diperhatikan investor antara lain adalah tingkat suku bunga, tingkat
inflasi, kurs rupiah, produk domestik bruto (PDB), anggaran defisit, investasi
swasta, serta neraca perdagangan dan pembayaran. Kegiatan-kegiatan yang
memperkuat perekonomian merupakan dorongan pertumbuhan laba dan pendapatan
perusahaan sehingga mendorong peningkatan harga saham. Umumnya perekonomian
yang stabil dan berkembang dengan pesat akan menghasilkan bull market di pasar modal karena pendapatan sektor bisnis juga
mengalami peningkatan. Sebaliknya perekonomian yang tidak bertumbuh dan tidak
stabil akan menghasilkan bear market.
Tingkat suku bunga memiliki dampak negatif terhadap
harga saham dan return saham. Pada
tingkat bunga pinjaman yang tinggi, beban bunga kredit meningkat dan dapat
menyebabkan penurunan laba bersih. Di sisi lain, kenaikan suku bunga deposito
dapat menyebabkan investor menjual sahamnya untuk berinvestasi ke deposito. Hal
tersebut menyebabkan jatuhnya harga saham akibat penjualan saham secara
besar-besaran (Samsul, 2006:201). Penelitian yang dilakukan Nazwar (2008)
menemukan bahwa tingkat suku bunga (interest
rate) berpengaruh negatif signifikan terhadap return saham. Penelitian yang dilakukan Uddin et al (2007) mengenai pengaruh pertumbuhan tingkat suku bunga
terhadap harga saham, menemukan bahwa pertumbuhan tingkat suku bunga
berpengaruh negatif secara signifikan terhadap harga saham sedangkan penelitian
yang dilakukan Meta (2006) menemukan bahwa tingkat suku bunga tidak berpengaruh
terhadap return saham. Krisna (2013)
dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat suku bunga tidak berpengaruh
terhadap return saham.
Tingkat inflasi yang tinggi biasanya terjadi akibat
kondisi ekonomi yang overheated.
Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan produk yang melebihi
kapasitas penawaran produknya yang mengakibatkan terjadinya kenaikan
harga produk secara keseluruhan (Bodie, dkk. 2009:178). Inflasi secara relatif
berpengaruh negatif terhadap harga saham karena inflasi meningkatkan biaya
suatu perusahaan. Apabila peningkatan biaya lebih tinggi daripada pendapatan
perusahaan, maka profitabilitas dari perusahaan tersebut mengalami penurunan.
Penurunan laba perusahaan akan menyebabkan investor tidak tertarik untuk
berinvestasi pada perusahaan, hal ini akan mengakibatkan penurunan harga saham
dan berdampak pada penurunan return
saham (Tandelilin, 2010:343). Melihat kondisi seperti ini berarti tingkat
inflasi berpengaruh negatif terhadap return
saham. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karim (2015) menemukan bahwa
tingkat inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap return saham sedangkan Kurniadi (2013) menemukan bahwa tingkat
inflasi tidak berpengaruh terhadap return
saham.
Kurs merupakan tingkat nilai mata uang dimana nilai
mata uang domestik dikonversi menjadi nilai mata uang asing (Bodie, dkk.
2009:175). Depresiasi kurs mata uang domestik terhadap mata uang asing dapat
meningkatkan volume ekspor. Hal ini dapat meningkatkan profitabilitas
perusahaan yang kemudian meningkatkan harga saham perusahaan apabila permintaan
pada pasar international cukup elastis dan mempengaruhi return yang akan di terima oleh investor (Kewal, 2012). Di sisi
lain, depresiasi kurs mata uang domestik dapat memberi dampak negatif terhadap
emiten yang memiliki hutang dalam mata uang asing sedangkan produk emiten
tersebut dijual didalam negeri. Hal ini mengakibatkan penurunan harga saham
emiten tersebut di bursa efek yang berakibat terhadap penurunan return saham (Samsul,
2006:202). Ahmadi et al (2012)
mengenai pengaruh kurs valuta asing terhadap return saham di pasar modal Teheran menemukan bahwa perubahan kurs
valuta asing berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Octafia (2013) menemukan hasil yang berbeda dimana
nilai kurs rupiah berpengaruh negatif terhadap return saham.
Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai barang dan
jasa dalam suatu negara yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi milik warga
negara tersebut dan negara asing (Sukirno, 2010:35). Produk Domestik Bruto
termasuk faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham. Produk Domestik Bruto
yang bertumbuh dengan cepat menunjukan bahwa perekonomian mengalami pertumbuhan
(Bodie, dkk. 2009:177). Pertumbuhan ekonomi yang baik berdampak pada
meningkatnya daya beli masyarakat yang merupakan peluang bagi perusahaan untuk
meningkatan penjualannya. Peningkatan penjualan perusahaan dapat meningkatkan
keuntungan perusahaan sehingga investor tertarik berinvestasi pada perusahaan
dan berakibat harga saham naik serta mempengaruhi return saham (Tandelilin, 2010:342). Berarti produk domestik bruto
mempunyai pengaruh postif terhadap return
saham. Penelitian yang dilakukan oleh Signh (2011) menemukan bahwa produk
domestik bruto berpengaruh signifikan terhadap return saham. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hsing (2011) menemukan
bahwa produk domestik bruto mempengaruhi return
saham dengan hubungan yang positif. Indraswari (2013) menemukan hasil yang
berbeda dalam penelitiannya bahwa produk domestik bruto berpengaruh negatif
signifikan terhadap return saham.
Perusahaan food
and beverage dipilih sebagai sampel penilitian karena kebutuhan makanan dan
minuman merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi manusia untuk
mempertahankan hidup. Sektor barang konsumsi merupakan salah satu sektor yang
berkembang di Indonesia. Industri makanan dan minuman dinilai mempunyai prospek
cerah seiring dengan perkembangan ekonomi dan didukung sumber bahan baku yang
melimpah. Perusahaan foods and beverages
merupakan salah satu sektor yang dapat bertahan di tengah kondisi perekonomian
indonesia karena pendiriannya yang semakin banyak diharapkan dapat memberikan
prospek yang menguntungkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Yovin, 2012).
Perkembangan return
saham pada perusahaan food and beverage
di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Perkembangan
Return Saham Perusahaan Food and Beverage yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2013
|
No.
|
|
Nama
Perusahaan
|
|
Return Saham
(%)
|
|
|
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
|
|
|
|
|
1
|
ADES
|
|
1.84
|
1.53
|
-0.38
|
0.90
|
0.04
|
|
2
|
AISA
|
|
-0.15
|
2.36
|
-0.11
|
3.17
|
0.32
|
|
3
|
ALTO
|
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0.81
|
|
4
|
CEKA
|
|
1.13
|
-0.48
|
-0.37
|
1.18
|
-0.11
|
|
5
|
DAVO
|
|
-0.14
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
|
6
|
DLTA
|
|
2.10
|
0.94
|
-0.07
|
1.29
|
0.49
|
|
7
|
ICBP
|
|
-
|
-
|
0.11
|
0.50
|
0.31
|
|
8
|
INDF
|
|
2.82
|
0.37
|
-0.06
|
0.27
|
0.13
|
|
9
|
MLBI
|
|
2.58
|
0.55
|
0.31
|
1.06
|
-
|
|
10
|
MYOR
|
|
2.95
|
1.39
|
0.33
|
0.40
|
0.30
|
|
11
|
PSDN
|
|
0.10
|
-0.27
|
2.88
|
-0.34
|
-0.27
|
|
12
|
ROTI
|
|
-
|
-
|
0.25
|
1.08
|
-0.85
|
|
13
|
SKLT
|
|
0.67
|
-0.07
|
0.00
|
0.29
|
0.00
|
|
14
|
STTP
|
|
0.67
|
0.54
|
0.79
|
0.52
|
0.48
|
|
15
|
ULTJ
|
|
-0.28
|
1.09
|
-0.11
|
3.17
|
0.00
|
Sumber:
ICMD, (2014)
Berdasarkan tabel 1 perusahaan food and beverage mengalami fluktuasi nilai return saham dari tahun
ke tahun. Kenaikan return saham
paling tinggi terjadi pada perusahaan AISA dan ULTJ pada tahun 2012 yaitu 317%.
Di sisi lain penurunan paling besar terjadi pada perusahaan ROTI pada tahun
2013 yaitu sebesar 85%.
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut: apakah tingkat suku bunga, tingkat inflasi, nilai kurs
rupiah dan pertumbuhan PDB secara parsial berpengaruh signifikan terhadap return saham perusahaan food and beverage di Bursa Efek
Indonesia tahun 2009-2013? Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi pengaruh tingkat suku
bunga, tingkat inflasi, nilai kurs rupiah dan pertumbuhan PDB secara parsial
terhadap return saham perusahaan food and
beverage di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013. Kegunaan teoritis
penelitian ini diharapkan dapat
memperkaya studi tentang pengaruh tingkat suku bunga, tingkat inflasi, nilai
kurs rupiah dan produk domestik bruto terhadap return saham, sehingga dapat digunakan sebagai referensi dan dasar
penelitian-penelitian selanjutnya dalam teori yang berkaitan dengan penelitian
ini. Kegunaan praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada investor mengenai faktor-faktor makro ekonomi yang mempengaruhi return sahamyang menjadi tujuan
investasi dan memberikan informasi bagi perusahaan
Samsul (2006:201) mengatakan
bahwa kenaikan tingkat bunga pinjaman memiliki dampak yang negatif terhadap
setiap emiten, karena meningkatkan beban bunga kredit serta menurunkan laba
bersih. Penurunan laba bersih akan
mengakibatkan menurunnya harga saham di pasar. Tandelilin (2010:343)
menyatakan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap return saham. Perubahan tingkat suku
bunga menyebabkan perubahan pada tingkat suku bunga yang diisyaratkan pada
suatu sekuritas. Meningkatnya tingkat suku bunga mengakibatkan investor dapat
menarik investasinya di pasar modal dan memindahkan investasinya pada tabungan
atau deposito. Nazwar (2008) meneliti mengenai analisis pengaruh variabel
makroekonomi terhadap return saham syariah di Indonesia menemukan bahwa tingkat
suku bunga (interest rate)
berpengaruh signifikan terhadap return
saham. Penelitian yang dilakukan Uddin et
al (2007) mengenai pengaruh pertumbuhan tingkat suku bunga terhadap harga
saham, menemukan bahwa pertumbuhan tingkat suku bunga berpengaruh negatif
signifikan terhadap harga saham. Sodikin (2007) dalam penelitiannya mengenai
variable makro ekonomi yang mempengaruhi return
saham di BEJ menemukan tingkat suku bunga berpengaruf terhadap return saham. Kajian empiris inilah yang
menjadi dasar dalam perumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini,
yaitu
H1 :
tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap return saham.
Tandelilin (2010:343) mengatakan bahwa secara relatif inflasi
berpengaruh negatif terhadap return
saham. Inflasi yang tinggi mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat.
Inflasi yang terlalu tinggi juga dapat mengakibatkan penurunan pendapatan riil
investor dari investasinya. Peningkatan inflasi berdampak pada peningkatan
harga jual dan biaya produksi perusahaan. Apabila biaya produksi mengalami
peningkatan lebih tinggi daripada peningkatan penjualan perusahan, maka
profitabilitas perusahaan mengalami penurunan yang berakibat terhadap
penurunan tingkat return saham.
Sebaliknya apabila penjualan perusahaan mengalami peningkatan yang lebih tinggi
daripada biaya produksi perusahaan maka profitabilitas perusahan mengalami
peningkatan. Sitinjak (2011) yang meneliti mengenai faktor makro ekonomi
(variabel crr) pada return portofolio
pasar saham di indonesia saat bullish dan bearish menemukan bahwa tingkat inflasi
berpengaruh signifikan terhadap return portofolio. Penelitian lain oleh
Jana (2013) mengenai hubungan antara tingkat inflasi terhadap harga saham pada
bursa efek india menemukan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap
harga saham. Karim (2015) dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat inflasi
berpengaruh negatif signifikan terhadap return
saham. Nasir (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat inflasi
berpengaruh signifikan terhadap return
saham. Hal ini menjadi dasar pengembangan hipotesis yang diajukan yaitu:
H2 :
tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap return saham
Tandelilin (2010:344) mengatakan bahwa nilai kurs berdampak positif
terhadap return saham. Menguatnya
kurs mata uang domestik terhadap mata uang asing merupakan sinyal positif bagi perekonomian yang sedang mengalami
inflasi. Menguatnya kurs mata uang domestik terhadap mata uang asing akan
menurunkan biaya impor bahan baku untuk produksi dan akan menurunkan tingkat
suku bunga yang berlaku. Hal ini akan mengakibatkan investor untuk membeli saham
yang berakibat pada peningkatan harga saham dan return saham. Penelitian yang dilakukan Ahmadi et al (2012) mengenai pengaruh kurs valuta asing terhadap return saham di
pasar modal Teheran menemukan bahwa perubahan kurs valuta asing
berpengaruh positif dan signifikan terhadap return
saham. Penelitian yang dilakukan Kamir (2015) menemukan bahwa nilai kurs rupiah
berpengaruh positif terhadap return
saham. Handiani (2014) menemukan bahwa nilai kurs rupiah berpengaruh positif
signifikan terhadap return saham.
Penelitian lain yang dilakukan Hadianto (2009) menemukan bahwa nilai tukar
rupiah berpengaruh signifikan terhadap return
saham. Hal ini menjadi dasar perumusan hipotesis yang diajukan, yaitu:
H3 : nilai
kurs rupiah berpengaruh positif terhadap return
saham
Tandelilin (2010:343) mengatakan bahwa meningkatnya produk domestik
bruto mempunyai pengaruh positif terhadap daya beli konsumen sehingga dapat
meningkatkan return. Penelitian yang
dilakukan oleh Signh (2011) menemukan bahwa produk domestik bruto berpengaruh
signifikan terhadap return saham.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Hsing (2011) menemukan bahwa produk
domestik bruto mempengaruhi return
saham dengan hubungan yang positif. Hal ini menjadi dasar dalam merumuskan
hipotesis yang diajukan, yaitu:
H4 : produk
domestik bruto (PDB) berpengaruh positif terhadap return saham
METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan berbentuk asosiatif yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
variabel independen yaitu suku bunga, tingkat inflasi, nilai kurs rupiah dan
produk domestik bruto terhadap variabel dependen yaitu return saham.
Tingkat
Suku Bunga
|
H1
|
|
(X )
|
:Gambardiolah
peneliti, 2013
|
|
Sumber1
|
|
|
|
H2
|
|
Tingkat
Inflasi (X2)
|
H3
|
Return Saham (Y)
|
|
|
|
|
|
Nilai
Kurs Rupiah (X3)
|
|
|
|
|
H4
|
|
Produk
Domestik Bruto
|
|
|
(X4)
|
|
|
|
Gambar 1. Desain Penelitian
Sumber : Data sekunder diolah,
(2016)
Lokasi penelitian dilakukan pada perusahaan food and beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Lokasi
ini dipilih karena perusahaan yang menerbitkan saham adalah perusahaan go public sehingga memudahkan untuk
mendapatkan data yang diperlukan.
Penelitian ini mengambil data dari Indonesian
Capital Market Directory
(ICMD) serta diakses melalui alamat website www.idx.co.id. Objek penelitian pada penelitian ini adalah return saham perusahaan food and beverage di BEI (Bursa Efek
Indonesia).
Variabel dependen (Y) adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat adanya variabel bebas (Sugiyono, 2008:59). Penelitian ini menggunakan return saham sebagai variabel dependen
yang disimbolkan dengan (Y). Return
saham adalah tingkat keuntungan yang diharapkan para investor dari kenaikan
harga saham dan pembagian deviden.
Tingkat return saham perusahaan food and beverage selama periode
pengamatan tahun 2009 hingga 2013 diukur dari closing price harga saham
selama periode tersebut. Adapun perhitungan tingkat return saham dihitung menggunakan rumus actual return dengan satuan dalam persentase (Tandelilin, 2010:52).
Variabel independen (X) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahan timbulnya variabel bebas (Sugiyono, 2008:59). Variabel
independen
(X) akan mempengaruhi variabel dependen (Y). Variabel independen dalam
penelitian ini adalah Tingkat Suku Bunga, Tingkat Inflasi, Kurs Valuta Asing,
serta Produk Domestik Bruto. Suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan rate Bank
Indonesia yaitu suku bunga yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan
diumumkan kepada publik selama periode 2009-2013 dalam satuan persentase.
Tingkat suku bunga ini dapat dilihat pada situs Bank Indonesia. Inflasi adalah
kecendrungan terjadinya peningkatan harga produk secara keseluruhan. Data
mengenai tingkat inflasi diperoleh dari situs Bank Indonesia selama periode
2009-2013 dalam satuan persentase. Kurs merupakan tingkat dimana nilai mata
uang domestik dikonversi menjadi nilai mata uang asing. Nilai kurs rupiah yang
digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tengah dari kurs Rupiah terhadap
Dollar Amerika yang diperoleh dari situs Bank Indonesia selama periode
2009-2013 dalam satuan rupiah. Produk domestik bruto (PDB) adalah ukuran
produksi total barang dan jasa dari perekonomian (Bodie, dkk. 2009:177). Data
mengenai produk domestik bruto diperoleh dari situs Badan Pusat Statistik
selama periode 2009-2013 dalam satuan rupiah.
Penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif yaitu data yang berupa
angka-angka (Sugiyono, 2008:13). Data kuantitatif yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi harga saham, return
saham, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, produk domestik bruto (PDB), dan
nilai kurs rupiah yang diteliti dari tahun 2009-2013. Berdasarkan sumbernya,
data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari sumber data sekunder yaitu
data yang telah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain (Sugiyono, 2008:193).
Data variabel return saham pada
perusahaan food and beverage yang
terdaftar pada Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013 diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 2014. Tingkat suku
bunga, tingkat inflasi dan kurs valuta asing
diperoleh dari www.bi.go.id dan data produk domestik bruto diperoleh dari
www.bps.go.id.
Populasi merupakan suatu wilayah tertentu yang diharapkan peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, dimana wilayah tersebut memiliki
kualitas dan karakteristik tertentu. Sampel merupakan bagian yang diambil dari
suatu populasi yang dianggap peneliti mampu untuk mewakili populasi (Sugiyono,
2012:115). Populasi pada penelitian ini merupakan perusahaan food and beverage yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2099-2013 yang berjumlah lima belas
perusahaan. Sampel adalah bagian yang diambil dari populasi yang dapat mewakili
populasi tersebut. Sampel yang digunakan ditentukan dengan metode purposive sampling yaitu penentuan sampel dengan terlebih dahulu menentukan
kriteria-kriteria yang diinginkan
dari sampel. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut maka diperoleh sampel
sebanyak 11 perusahaan seperti pada tabel 2.
Tabel 2.
Sampel Perusahaan Food and Beverage yang Terdaftar di BEI
No. Nama Perusahaan
1
PT.
Akasha Wira International Tbk. (ADES)
2
PT. Tiga Pilar
Sejahtera Food Tbk. (AISA)
3
PT.
Cahaya Kalbar Tbk. (CEKA)
4
PT.
Davomas Abadi Tbk. (DAVO)
5
PT. Delta
Djakarta Tbk. (DLTA)
6
PT.
Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF)
7
PT.
Mayora Indah Tbk. (MYOR)
8
PT.
Prashida Aneka Niaga Tbk. (PSDN)
9
PT. Sekar
Laut Tbk. (SKLT)
10
PT.
Siantar Top Tbk. (STTP)
11
PT. Ultra
Jaya Milk Tbk. (ULTJ)
Sumber: ICMD, (2014)
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode observasi non
partisipan dimana peneliti tidak terlibat dalam pengambilan data dan hanya
sebagai pengamat independen. Metode
observasi non partisipasipan
dilakukan dengan mengamati dokumen-dokumen, mencatat, serta mempelajari
buku-buku dan catatan-catatan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
Teknik analisis yang digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan dalam penelitian ini adalah Regresi Linier Berganda dengan
menggunakan bantuan program komputer SPSS (Statistical
Package for Social Science). Metode regresi linier berganda digunakan untuk
mencari hubungan dan pengaruh 2 variabel atau lebih. Teknik analisis ini
digunakan untuk menguji hubungan dan pengaruh tingkat suku bunga, tingkat
inflasi, kurs valuta asing dan produk domestik bruto (PDB) terhadap return saham pada perusahaan food and beverage yang terdaftar pada
Bursa Efek Indonesia (BEI) secara
parsial. Menurut Nata Wirawan (2002:293) persamaan linier berganda adalah
sebagai berikut:
Y = b0 + b1X1 + b2X2+ b3X3 + b4X4 + e........................................................
|
(1)
|
Keterangan
:
|
|
Return Saham
|
|
Y
|
=
|
|
b0
|
=
|
Bilangan
Konstanta
|
|
X1
|
=
|
Tingkat Suku Bunga
|
|
X2
|
=
|
Tingkat
Inflasi
|
|
X3
|
=
|
Kurs Valuta Asing
|
|
X4
|
= Produk Domestik Bruto (PDB)
|
|
b1- b4
|
=
|
Koefisien regresi variabel
|
|
e
|
=
|
error atau residu
|
|
HASIL DAN PEMBAHASAN
Return saham adalah tingkat hasil yang diperoleh dari
suatu investasi yang dilakukan
pada perusahaan Food and Beverages di Bursa Efek
Indonesia, diukur dari closing
price harga saham periode tahun sekarang dikurangi closing price harga saham tahun
lalu dan di bagi closing price
harga saham tahun lalu.Return saham
pada perusahaan food and beverages di
Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013 menunjukan bahwa rata-rata return saham
yang terendah -0,028 terdapat pada perusahaan PT. Davomas Abadi Tbk. (DAVO),
sedangkan rata-rata return saham
tertinggi adalah pada PT. Mayora Indah Tbk. (MYOR) sebesar 1,074.
Suku bunga yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan
rateBank Indonesia yaitu suku bunga yang mencerminkan sikap
atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan
diumumkan
kepada publik selama periode
2009-2013.Tingkat suku bunga periode 2009-2013
menunjukan bahwa tingkat suku
bunga tertinggi terdapat pada tahun 2013 sebesar 7,5
persen sedangkan tingkat suku bunga terendah
terdapat pada tahun 2012 yaitu sebesar 5,75 persen.
Inflasi adalah kecendrungan terjadinya peningkatan harga produk-produk
secara keseluruhan. Inflasi yang tinggi mengakibatkan penurunan daya beli
konsumen. Disamping itu inflasi yang terlalu tinggi juga dapat mengakibatkan
penurunan pendapatan riil investor dari investasinya. Bagi perusahaan inflasi
akanberdampak pada penjualan dan biaya produksi perusahaan tersebut.Inflasi
menunjukkan selama periode 2009-2013 tingkat inflasi tertinggi terjadi pada
tahun 2013 sebesar 6,4 persen sedangkan tingkat inflasi terendah terjadi pada
tahun 2012 yaitu sebesar 4,28 persen.
Kurs merupakan tingkat dimana nilai mata uang
domestik dikonversi menjadi nilai mata uang asing. Nilai kurs rupiah yang
digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tengah dari kurs Rupiah terhadap
Dollar Amerika yang diperoleh dari situs Bank Indonesia selama periode
2009-2013. Nilai kurs rupiah selama periode 2009-2013 menunjukan nilai kurs
rupiah tertinggi terdapat pada tahun 2013 sebesar 10451,37 rupiah sedangkan
nilai kurs rupiah terendah terdapat pada tahun 2011 sebesar 8779,49 rupiah.
Produk domestik bruto adalah ukuran produksi total barang dan jasa dari
perekonomian. Produk Domestik Bruto yang digunakan dalam penelitian ini adalah
atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha periode 2009-2013dalam miliar
rupiah yang diperoleh dari situs badan pusat statistik. Produk Domestik Bruto
menunjukan bahwa nilai produk domestik bruto selama periode 2009-2013 memiliki
nilai tertinggi pada tahun 2013 sebesar 9.087.277 milliar rupiah
sedangkan produk domestik brutoterendah terjadi pada tahun 2009 sebesar
5.606.203 milliar rupiah.
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi, residu atau variabel penganggu dari persamaan regresi mempunyai
distribusi normal atau tidak normal.Model regresi yang baik adalah yang
memiliki distribusi normal atau mendekati normal.Uji normalitas dapat dilakukan
dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov (K-S). Data dikatakan berdistribusi normal jika taraf signifikansi lebih besar dari 0,05.
Tabel 3.
Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas
|
|
Unstandardized Residual
|
N
|
|
55
|
Normal Parametersa,b
|
Mean
|
0,0000000
|
|
Std. Deviation
|
0,66128561
|
Most Extreme
|
Absolute
|
0,158
|
Differences
|
Positive
|
0,158
|
|
Negative
|
-0,089
|
Kolmogorov-Smirnov Z
|
|
1,171
|
Asymp. Sig. (2-tailed)
|
|
0,129
|
Sumber:
data sekunder diolah, (2016)
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 3 diperoleh nilai signifikansi
sebesar 0,129> 0,05 maka data dikatakan terdistribusi normal.
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas.Suatu model regresi dikatakan
baik jika tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas.Ada atau tidaknya
multikolinearitas atau korelasi antar variabel bebas, dapat dilihat dari cut
off nilai tolerance atau Variance Information Factor (VIF). Jika tolerance lebih
dari 10 persen atau VIF kurang dari 10, maka dikatakan tidak ada gejala
multikolinearitas.
Tabel 4.
Rekapitulasi Hasil Uji Multikolinearitas
No
|
Variabel
|
Nilai
tolerance
|
Nilai VIF
|
1.
|
Suku Bunga
|
0,681
|
1,468
|
2.
|
Inflasi
|
0,834
|
1,198
|
3.
|
Nilai Kurs Rupiah
|
0,655
|
1,527
|
4.
|
Produk Domestik Bruto
|
0,817
|
1,223
|
Sumber:
data sekunder diolah, (2016)
Hasil uji multikolinearitas pada Tabel 4 menunjukkan nilai tolerance untuk setiap variabel independen
lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF-nya lebih kecil dari 10.Model regresi dapat
dikatakan bebas dari multikolinearitas.
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah terjadi ketidaksamaan
varians dari residual satu pengamatan model regresi. Model regresi yang baik
adalah yang tidak mengandung gejala heterokedastisitas atau mempunyai varian
yang homogen. Ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat menggunakan model
Park Gleyser. Model ini dilakukan dengan mengorelasikan nilai absolute residual
dengan variabel bebas. Nilai probabilitas yang nilai signifikansinya > alpha
(0,05), maka model regresi dikatakan tidak mengalami gejala
heteroskedastisitas.
Tabel 5.
Rekapitulasi Hasil Uji Heteroskedastisitas
No
|
Variabel
|
Sig.
|
Keterangan
|
1.
|
Suku Bunga
|
0,482
|
Bebas heteroskedastisitas.
|
2.
|
Inflasi
|
0,521
|
Bebas heteroskedastisitas.
|
3.
|
Nilai Kurs Rupiah
|
0,776
|
Bebas heteroskedastisitas.
|
4.
|
Produk Domestik Bruto
|
0,084
|
Bebas heteroskedastisitas.
|
Sumber:
data sekunder diolah, (2015)
Hasil uji heteroskedastisitas pada Tabel 5 menunjukkan bahwa keseluruhan
variabel memiliki nilai signifikansi melebihi 0,05 sehingga data penelitian
dapat disimpulkan terbebas dari heteroskedastisitas.
Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara
variabel pada periode tertentu dengan variabel periode sebelumnya.Autokorelasi
muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama
lainnya. Masalah ini timbul akibat residual tidak bebas dari satu observasi
dengan observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah bebas dari
autokorelasi. Untuk mendeteksi adanya data autokorelasi dapat dilihat dari
nilai Durbin-Watson (DW), apabila nilai Durbin-Watson berada diantara nilai dU dan 4-du maka tidak ada gejala
autokorelasi.
Tabel 6.
Rekapitulasi Hasil Uji Autokorelasi
|
|
|
Adjusted
|
Std. Error
of the
|
Durbin-
|
Model
|
R
|
R Square
|
R
Square
|
Estimate
|
Watson
|
1.
|
0,579
|
0,335
|
0,282
|
0,68723
|
1,803
|
Sumber:
data sekunder diolah, (2016)
Hasil uji autokorelasi pada Tabel 6 menunjukkan nilai D-W sebesar 1,803
dengan nilai dU untuk 55 sampel dengan 5 variabel adalah 1,768. Maka nilai 4- dU = 4-1,768
= 2,232. Oleh karena nilai dstatistic 1,803 berada diantara dU dan 4-dU (1,768<
1,803< 2,232) maka pengujian dengan
Durbin-Watson berada pada daerah tidak ada autokorelasi maka ini berarti pada
model regresi tidak terjadi gejala autokorelasi.
Analisis regresi linear berganda
digunakan untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga, tingkat inflasi, nilai
kurs rupiah dan produk domestik bruto terhadap return saham pada industri
food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2009-2013.Hasil dari analisis regresi linear berganda
ditunjukkan pada Tabel 7.
menyebabkan perubahan pada tingkat suku bunga yang diisyaratkan pada
suatu sekuritas. Tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal
yang harus ditanggung oleh perusahaan. Selain itu suku bunga yang tinggi akan
menyebabkan return aktual investor
akan meningkat. Perusahaan food and
Beverage memproduksi makanan dan
minuman yang merupakan kebutuhan pokok manusia. Masyarakat selalu membeli
makanan dan minuman sehingga investor akan tetap berinvestasi pada perusahaan food and beverage meskipun tingkat suku
bunga deposito meningkat.
Berdasarkan hasil uji statistik t pada Tabel 7 diketahui bahwa variabel
tingkat inflasi memiliki nilai thitung sebesar -1,535< ttabel 1,676. Simpulan yang dapat di tarik bahwa
variabel tingkat suku bunga (X2) tidak
berpengaruh terhadap return saham (Y)
pada
perusahaan sektor food and
beverage di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013. Dengan demikian,
hipotesis kedua (H2) yang menyatakan tingkat inflasi berpengaruh
negatif signifikan terhadap return
saham dalam penelitian ini ditolak. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
tingkat inflasi (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap
return saham (Y) perusahaan Food and
Beverages di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013. Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan Kurniadi
(2013), Riantani (2013) dan Suryanto (2013) yang menunjukkan bahwa tingkat
inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.
Inflasi adalah kecendrungan terjadinya peningkatan
harga produk-produk secara keseluruhan.Inflasi yang tinggi mengakibatkan
penurunan daya beli konsumen. Disamping itu inflasi yang terlalu tinggi juga
dapat mengakibatkan penurunan pendapatan riil investor dari investasinya. Bagi
perusahaan inflasi akan berdampak pada penjualan dan biaya produksi perusahaan
tersebut. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa inflasi tidak memilik
pengaruh yang signifikan terhadap return
saham dikarenakan sektor food and
beverage merupakan kebutuhan primer masyarakat. Masyarakat akan selalu
membutuhkan makanan dan minuman meskipun daya beli masyarakat menurun.
Berdasarkan hasil uji statistik t pada Tabel 7, diketahui bahwa variabel
nilai kurs rupiah menunjukkan nilai thitung sebesar -0,937< ttabel 1,676. Simpulan yang dapat di
tarik bahwa variabel nilai kurs
rupiah (X3) tidak berpengaruh terhadap return saham
(Y) pada perusahaan sektor food
and beverages di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013. Dengan demikian,
hipotesis ketiga (H3) yang menyatakan nilai kurs
rupiah berpengaruh positif signifikan terhadap return saham dalam penelitian ini ditolak. Simpulan dari hasil
analisis regresi antara variabel nilai kurs rupiah (X3)
terhadap return saham dalam
penelitian ini adalah nilai kurs rupiah tidak berpengaruh terhadap return saham (Y) perusahaan Food and Beverages di Bursa Efek
Indonesia periode 2009-2013. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Auliyah (2006), Hadianto (2009) dan Mahilo (2015) nilai kurs rupiah
tidak berpengaruh terhadap return
saham.
Kurs merupakan tingkat dimana nilai mata uang domestik
dikonversi menjadi nilai mata uang asing. Hasil dari penelitian ini menemukan
bahwa nilai kurs rupiah tidak berpengaruh terhadap return saham. Hal ini dikarenakan perusahaan food and beverage tidak
mengimpor bahan baku dari luar negeri sehingga biaya produksi tidak
mengalami perubahan sehingga return
perusahaan food and beverage tidak
dipengaruhi oleh nilai kurs rupiah. Berdasarkan hasil uji statistik t pada
Tabel 7, diketahui bahwa variabel produk domestik bruto menunjukkan nilai thitung sebesar -2,259> ttabel 1,676. Simpulan yang dapat di
tarik bahwa variabel produk domestik bruto (X4) berpengaruh negative signifikan
terhadap return saham (Y) pada perusahaan sektor food and beverage di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013. Dengan
demikian, hipotesis keempat (H4) yang menyatakan produk domestik bruto berpengaruh positif signifikan
terhadap return saham dalam
penelitian ini ditolak. Hasil penelitian terhadap hipotesis terakhir menghasilkan produk domestik bruto (X4) berpengaruh negatif signifikan
terhadap variabel return saham (Y)
pada perusahaan sektor food and beverages
di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013. Hal ini mencerminkan bahwa produk
domestik bruto berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan tingkat return saham dengan hubungan yang
negatif. Pada penelitian ini produk domestik bruto mengalami peningkatan yang
sangat tinggi setiap tahunnya sedangkan nilai return perusahaan food and
beverage memiliki kecenderungan peningkatan yang rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Indraswari (2013), Zulbetti (2010) dan Nazwar (2008)produk domestik
bruto berpengaruh terhadap return
saham.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik simpulan bahwa tingkat
suku bunga berpengaruh positif signifikan terhadap return saham. Semakin tinggi tingkat suku bunga maka return saham yang dihasilkan perusahaan
akan semakin tinggi. Ini berarti tingkat suku bunga memiliki hubungan searah
dengan return saham, sehingga tingkat
suku bunga merupakan salah satu variabel yang perlu diperhitungkan saat akan
berinvestasi dalam bentuk saham. Tingkat inflasitidak berpengaruh terhadap return saham.Ini berarti tingkat inflasi
tidak dapat mempengaruhi peningkatan
return saham, karena sektor food and
beverages merupakan kebutuhan pokok masyarakat sehingga tingkat inflasi
bukan merupakan variabel yang perlu diperhatikan saat akan berinvestasi dalam
bentuk saham. Nilai kurs rupiah tidak berpengaruh terhadap return saham.Ini menunjukan nilai kurs rupiah tidak dapat
mempengaruhi peningkatan atau penurunan return
saham yang diperoleh investor sehingga nilai kurs rupiah bukan merupakan
variabel yang perlu diperhatikan investor saat akan berinvestasi dalam bentuk
saham.Produk Domestik Bruto berpengaruh negatif signifikan terhadap return saham. Semakin tinggi produk
domestik bruto maka semakin rendah return
yang diperoleh investor. Ini berarti produk domestik bruto memiliki hubungan
yang berlawanan dengan return saham
yang di peroleh investor, sehingga produk domestik bruto merupakan salah satu
variable makroekonomi yang perlu diperhatikan oleh investor.
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil dari
simpulan di atas adalah bagi pihak investor yang ingin meningkatkan return sahamnya perlu memperhatikan
tingkat suku bunga dan produk
domestik bruto mengingat variabel-variabel tersebut
memiliki dampak yang signifikan
terhadap pergerakan return saham.
Berdasarkan
pada adjusted R2yang bernilai kecil yaitu hanya
sebesar 28,2 persen yang memiliki
pengaruh terhadap model dan sisa
sebesar 71,8 persen dijelaskan oleh variabel lain
diluar model. Maka, disarankan
untuk penelitianselanjutnya agar menambahkan
variabel lain yang mempengaruhi return saham serta menambah periode
waktu
penelitian sehingga dapat
memperoleh hasil yang lebih maksimal.
REFERENSI
Ahmadi, Reza., Mehdi Rezayi,
Mehrzad Zakeri. 2012. Effect of Exchange Rate Exposure on Stock Market:
Evidence from Iran. Middle-East Journal
of Scientific Research, 11 (5):
pp: 610-616
Auliyah, Robiatul dan Ardi
Hamzah.2006. Analisa Karakteristik Perusahaan, Industri dan Ekonomi Makro
Terhadap Return dan Beta Saham Syariah di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi, 9:
pp:1-16.
Bodie, Zvi., Alex Kane, Alan J.
Marcus. 2009. Investment. Buku Dua.
Edisi enam. Jakarta: Salemba Empat
Hadianto, Dwi Purnomo. 2009.
Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Return Saham dan Risiko Saham Perusahaan
LQ45. Skripsi Jurusan Akutansi
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang
Handiani, Sylvia. 2014. Pengaruh
Harga Emas Dunia, Harga Minyak Dunia dan Nilai Tukar DolarAmerika/Rupiah
Terhadap Indeks Harga Saham GabunganPada Periode 2008-2013. E-Journal Graduate Unpar, 1(1): pp:
63-74
Hartono Jogiyanto. 2009. Teori Portofolio dan Analisis Investasi.
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
____________. 2013. Teori Portofolio dan Analisis Investasi.
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
Hsing, Yu. 2011. The Stock Market
and Macroeconomic Variables in aBRICS Country and Policy Implications. International Journal of Economics and Financial Issues, 1(1): pp: 12-18